Dampak dan Tantangan Pemindahan IKN

Dampak dan Tantangan Pemindahan IKN

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


Oleh: M Hasan Muaziz*
WACANA pemerintah pusat untuk memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur (sebagian Kabupaten Panajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara) sepertinya akan menjadi kenyataan setelah UU IKN telah disahkan.

Perpindahan ibu kota suatu negara pada dasarnya bukanlah merupakan suatu hal yang baru, beberapa negara tetangga Indonesia sebelumnya telah melakukan pemindahan ibu kota seperti Malaysia yang memindahkan ibu kotanya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya, Myanmar dari Yangon ke Naypyidaw.



Sayangnya dua negara tetangga Indonesia yang melakukan pemindahan ibu kota tersebut tidak sepenuhnya berhasil karena berbagai alasan sehingga masyarakat (terutaman pegawai pemerintahan) enggan untuk pindah baik itu dengan alasan keluarga, akses, serta berbagai hal yang menjadi latar belakang keengganan untuk pindah.

Kondisi Indonesia dengan Jakarta sebagai IKN tidak sepenuhnya sama dengan dua negara yang telah disebut di atas. Apabila dilihat dari segi geografis, posisi Jakarta dapat dikatakan cukup strategis karena dengan kemudahan akses yang telah matang, serta mencangkup sebagian besar penduduk Indonesia yang hingga saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Selain dari letak geografis perlu dilihat juga bahwa posisi Jakarta saat ini menjadi pusat ekonomi dan bisnis, dimana Jakarta memegang perputaran uang mencapai 70 persen dapri jumlah perputaran uang sekala nasional. Kondisi tersebut tentu tidak lepas dari peran Jakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus sebagai pusat bisnis di Indonesia.

Berbagai persoalan di Jakarta

Upaya pemerintah untuk melakukan pemindahan ibu kota keluar Jakarta atau bahkan ke luar Pulau Jawa pada dasarnya merupakan suatu langkah yang perlu diapresiasi.

Dengan berbagai alasan yang disampaikan yaitu untuk melakukan pemerataan pembangunan, pemerataan penduduk serta berbagai alasan lain yang menganggap pada dasarnya Jakarta dianggap sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara.

Alasannya, dengan berbagai persoalan yang meliputinya seperti pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, penurunan fungsi dan kondisi lingkungan, serta tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun (lebih jelasnya dapat dibaca pada naskah akademik RUU IKN).

Berbagai alasan yang diungkap oleh Pemerintah sebagai landasan untuk melakukan perpindahan ibu kota tentu tidak sepenuhnya dapat dibenarkan dan dapat diterima. Perlu menjadi catatan meskipun tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara, Jakarta masih tetap menyisakan berbagai macam persoalan yang harus ditangani dan mendapatkan perhatian oleh pemerintah pusat.

Coba satu per satu kita coba urai persoalan yang ada di Jakarta mulai dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali perlu diingat pertumbuhan penduduk secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu tingginya angka kelahiran di wilayah tersebut dan tingginya angka urbanisasi.

Berdasarkan data yang di publish oleh Badan Pusat Statistik Jakarta tahun 2020 jumlah penduduk Jakarta saat ini mencapai 10,56 juta jiwa, dengan komposisi penduduk sebesar 1,32 persen Pre-Boomer, 11,09 persen Baby Boomer, 23,64 persen Gen X, 26,78 persen Millenial, 25,65 persen Gen Z, dan 11,25 persen Post Gen Z.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah laju pertumbuhan penduduk Jakarta per tahun 2010-2020 mengalami penurunan sebanyak 0,92 persen jika dibandingkan dengan periode 2000-2010, serta jumlah penduduk yang saat ini dalam usia produktif (15-64 tahun) mencapai 71,98 persen dengan kata lain Jakarta saat ini masih menikmati fase bonus demografi.

Lalu apa dampaknya terhadap asumsi lagu pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sebagaimana disampaikan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara tidak sepenuhnya tepat.

Beralih pada argumen kedua yang menyebutkan bahwa fungsi dan kondisi lingkungan di Jakarta telah mengalami penurunan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap wilayah yang telah mengalami pembangunan secara terus menerus serta pemanfaatan ruang dan air tanah yang besar tentu akan mengalami penurunan kualis dan fingsi lingkungan.

Terlebih Jakarta menjadi langganan banjir setiap tahunnya, namun apakah dengan melakukan pemindahan ibu kota maka persoalan lingkungan di Jakarta akan selesai? Jawabanya tentu saja tidak.

Persoalan lingkungan di Jakarta pada dasarnya bukan hanya tanggung jawab pemerintah provinsi Jakarta saya, hal tersebut karena Jakarta bukan merupakan satu wilayah yang berdiri sendiri, terdapat kota-kota penyangga yang berada di sekitar Jakarta, seperti Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, Kota dan Kabupaten Bogor.

Daerah-daerah penyangga tersebut juga memiliki andil yang cukup besar terhadap persoalan lingkungan yang berada di Jakarta, perlu adanya koordinasi lintas provinsi yang dipandu oleh Pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan dan tata kelola di wilayah Jakarta.

Dengan melihat kondisi tersebut tentu menjadi hal yang sangat tidak mungkin Jakarta akan mampu mengatasi persoalan lingkunganya apabila tanpa koordinasi dan kerjasama dengan wilayah-wilayah penyangga ibu kota yang lain.


Alasan berikutnya yaitu tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun, alasan ini merupakan alasan yang cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. Beberapa hal yang perlu diingat bahwa tingginya perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain dapat dilihat setidaknya dari tiga faktor yaitu lingkungan, keselamatan, dan ekonomi.

Faktor lingkungan dapat dipahami apabila dalam suatu wilayah terjadi bencana besar dan/atau berkepanjangan maka kondisi tersebut akan mendorong masyarakat untuk melakukan perpindahan ke tempat lain yang dirasa cukup aman.

Kedua faktor keselamatan dalam hal ini erat kaitanya dengan adanya peperangan atau konflik di daerah tersebut sehingga mendorong masyarakatnya untuk berpindah ke daerah lain yang dirasa cukup aman.

Serta yang ketiga yaitu faktor ekonomi, faktor ekonomi inilah yang bisa mendorong masyarakat untuk berpindah (urbanisasi) ke daerah lain yang dirasa dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih baik baik jika dibandingkan dengan daerah asalnya.

Posisi Jakarta yang memegang peranan 70 persen perputaran ekonomi di Indonesia menjadi medan magnet yang sangat kuat menarik masyarakat untuk melakukan urbanisasi, hal tersebut bukan merupakan wacana atau mitos belaka.

Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perusahaan serta sektor-sektor ekonomi di Indonesia yang sebagian besar terpusat di Jakarta tentu akan mendorong para generasi muda dengan usia produktif untuk bersaing mengadu nasib di Jakarta.

Kembali pada demografi Jakarta yang saat ini mayoritas berada pada usia produktif serta sarana-dan prasarana kota yang “dapat dikatakan” cukup lengkap serta peranan perekonomian yang cukup besar bagi Indonesia.

Jakarta tetap menjadi medan magnet di Indonesia dengan berbagai potensi dan peluang yang ada di dalamnya, kondisi tersebut tentu baik secara langsung maupun tidak langsung telah menampik alasan kenyamanan hidup yang semakin menurun sebagaimana diungkapkan di atas.

Tantangan Ibu Kota Baru

Melakukan perpindahan ibu kota negara bukan hanya persoalan memindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain (baru) perlu berbagai pertimbangan yang menjadi dasar bagi pemerintah sebelum melakukan kebijakan tersebut. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam sebelum melakukan pemindahan ibu kota diantaranya faktor lingkungan, faktor ekonomi, dan faktor sosial budaya.

Faktor lingkungan menjadi salah satu persoalan yang sangat jelas di depan mata jika Ibu Kota Negara (IKN) pindah ke daerah yang baru, dalam hal ini pembangunan yang dilakukan dapat mengganggu habitat alamiah satwa yang selama ini berada di lokasi inti IKN, jangan sampai dengan adanya pembangunan justru memunculkan konflik dengan satwa liar di daerah tersebut serta merusak habitat dan ekosistem yang selama ini telah berjalan dengan baik.

Bukan hanya masalah satwa liar, persoalan lingkungan lain yang akan muncul yaitu terkait dengan tata ruang dimana apabila tata ruang ini tidak dipikirkan dan direncanakan secara matang, maka akan berdampak pada potensi terjadinya banjir.

Kondisi tersebut tentu sudah tidak asing lagi bagi Indonesia dimana curah hujan yang tinggi dan tidak diimbangi dengan daya tampung air serta resapan sehingga berakibat pada banjir.

Faktor ekonomi juga menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah, alih-alih perpindahan ibu kota negara dapat mendorong pemerataan ekonomi justru sebaliknya.

Perlu dipahami bersama bahwa memindah sektor ekonomi tidak bisa hanya dengan memindah suatu kawasan ekonomi--lama-- ke kota atau kawasan ekonomi yang baru, banyak hal yang mempengaruhi di sektor ekonomi ini baik itu fasilitas, transportasi, administrasi serta upah.

Akan menjadi kendala baru dari sektor hukum (perizinan), administrasi, dan ketenagakerjaan apabila dengan berpindahnya ibu kota negara dari Jakarta menuju IKN lalu sektor-sektor ekonomi yang krusial juga dipaksa untuk berpindah ke IKN.

Tentu hal tersebut akan berdampak pada proses administrasi yang bukan semakin baik namun semakin kacau karena belum sepenuhnya didukung oleh sistem administasi yang baik dan terintegrasi

(Penulis adalah Dosen Ilmu Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita