GELORA.CO -Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidnetial threshold (preshold) ikut digugat banyak WNI diaspora di berbagai negara.
Permohonan yang diajukan oleh 28 WNI diaspora di Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Belanda, Perancis, Swiss, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Jepang, Australia, dan Qatar tersebut tercatat sebaga perkara nomor 1/PUU/PAN.MK/AP3/01/2022 yang teregistrasi pada 31 Desember 2021.
Ke-28 WNI tersebut di antaranya Tata Kesantra, Ida Irmayani, Sri Mulyanti Masri, Safur Baktiar, Padma Anwar, Christcisco Komari, Krisna Yudha, Eni Garniasih Kusnadi, Novi Karlinah, Nurul Islah, Faisal Aminy, Mohammad Maudy Alvi, Marnila Buckingham, Deddy Heyder Sungkar, serta beberapa lainnya.
Para WNI diaspora ini menggandeng Refly Harun sebagai penasihat hukumnya untuk menggugat preshold yang belakangan juga digugat oleh sejumlah tokoh nasional.
Refly Harun melalui podcast sempat menampilkan video sejumlah pemohon gugatan yang menyampaikan alasannya menguji Pasal 222 UU Pemilu.
Misalnya disampaikan Padma Anwar yang merupkan WNI diaspora di New Jersey, Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa esensialitas demokrasi di Indonesia sudah diatur di dalam dasar-dasar negara.
Sehingga menurutnya, tidak tepat jika ambang batas 20 persen diterapkan, karena aturan ini justru membatasi kedaulatan rakyat untuk memilih maupun dipilih.
"Demokrasi Pancasila itu pada hakikatnya ada di tangan rakyat, bukan di tangan partai," ujar Padma dikutip Kantor Beirta Politik RMOL pada Sabtu (15/1).
Selain Padma, pemohon lain yaitu WNI diaspora di Qatar, Edwin Syafdinal Syafril. Ia menyatakan, permohonan uji materil bertujuan untuk menjamin hak-hak warga negara untuk dipilih maupun memilih.
"Serta demi berjalannya demokrasi Indonesia baik dan benar," kata Edwin.
Pernyataan dari para WNI diaspora tersebut ikut ditanggapi oleh Koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma. Menurutnya, permohonan puluhan WNI diaspora yang kebanyakan merupakan pakar tata negara sudah sepatutnya diamini Hakim Konstitusi.
"Semuanya sudah mengerti. Jadi kalau kali ini MK enggak disetujuin, aduh (bisa) hebohlah, janganlah," kata Lieus melalui kanal Youtubenya.
"Dengarlah ahli-ahli hukum tata negara itu, serius, (MK) jangan terpengaruh," tandasnya.(RMOL)