GELORA.CO - Hingga akhir November 2021, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp6.713,24 triliun. Jumlah itu membuat rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 39,84 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis, pemerintah mampu membayar utang tersebut.
"Sebagian utang yang nanti kita bayar lagi, kalau belanja bagus jadi infrastruktur bagus, SDM berkualitas buat Indonesia, ekonomi tumbuh, pasti bisa bayar lagi utangnya. Termasuk SBSN pasti kita bisa bayar, Insya Allah kembali dengan aman," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (7/1/2022).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, mayoritas utang pemerintah berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) domestik, yakni sebesar Rp5.889,73 triliun. SBN itu terbagi dalam Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Pemerintah juga mempunyai utang SBN valas sebesar Rp1.274 triliun per November 2021. Selain itu, utang juga berasal dari pinjaman sebesar Rp823,81 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp12,48 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp811,03 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri, terdiri dari pinjaman bilateral Rp302,59 triliun, pinjaman multilateral Rp463,18 triliun, dan commercial banks Rp41,26 triliun.
Menkeu menegaskan, rasio utang terhadap PDB masih aman. Pemerintah masih perlu berutang karena banyak kebutuhan, apalagi di masa pandemi.
Bendahara negara mengatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak agar defisit anggaran tidak terlalu besar.
"Utang negara sudah (tembus) 6.000 (triliun) apakah sudah aman? Dan tidak pernah lihat neraca seluruhnya ada pendapatan, belanja operasi yang dinikmati masyarakat, bansos, subsidi belanja barang, ada dalam bentuk gaji , pegawai negeri, ASN pusat daerah, dan tunjangan," kata Sri Mulyani.
"Makanya ini perlu kita (kasih) pahamkan dan kita ingin terus jelaskan ke publik. Jadi rakyat kalau bertanya kenapa saya bayar pajak, dia tau sebab kita urusin Indonesia bersama-sama," ujar Sri Mulyani. [kompas]