GELORA.CO - Jalannya sidang perdana ini, sejumlah hakim MK mempertanyakan legal standing Ferry menggugat PT agar 0 persen. Hakim MK bertanya apakah gugatan Ferry diajukan atas persetujuan partai.
Ketua MK Anwar Usman dalam sidang judicial review UU Pemilu di gedung MK, Kamis (6/1), bertanya apakah saat ini Ferry masih aktif menjadi anggota Partai Gerindra.
"Pertanyaan saya, Bapak sekarang masih anggota aktif Partai Gerindra?" tanya hakim Anwar Usman.
"Masih," jawab Ferry.
"Masih ya, di pengurus ya?" tanya hakim.
"Wakil ketua umum, Pak," jawab Ferry.
Mendengar jawaban Ferry yang masih berstatus sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra, hakim Anwar Usman lantas bertanya apakah langkahnya menggugat PT 0 persen ini atas persetujuan partai atau tidak.
“Apakah Bapak mengajukan permohonan ini atas persetujuan partai?" kata hakim.
Ferry kemudian menjawab sikap Partai Gerindra yang menolak presidential threshold 20 persen pada pembahasan RUU Pemilu.
"Partai Gerindra adalah partai yang ketika di DPR kemarin itu sikap partainya menolak presidential threshold 20 persen dan bahkan fraksi Partai Gerindra adalah salah satu fraksi yang walkout Pak Hakim pada saat itu dan rasanya sampai dengan hari ini belum berubah keputusan resmi dari fraksi atau Partai Gerindra terhadap presidential threshold," jawab Ferry.
Hakim menilai jawaban Ferry tak sesuai dengan pertanyaan. Hakim pun mengulangi kembali pertanyaan apakah Ferry mengajukan gugatan atas persetujuan partai atau tidak.
"Tidak, yang saya tanyakan apakah Bapak mengajukan permohonan ini atas persetujuan partai?" tanya hakim.
"Saya mengajukan permohonan sebagai individu, sebagai warga negara, tetapi tentu dalam rangka untuk ya bukan, mohon izin Pak saya belum izin tetapi saya menggunakan hak pribadi saya," ujar Ferry.
Sementara itu, Hakim Daniel mengatakan Ferry seharusnya melampirkan bukti-bukti posisinya dalam gugatan ini. Selain itu, hakim mengatakan Ferry harus memiliki surat keterangan dari Partai Gerindra yang menerangkan pengajuan gugatan presidential threshold tersebut atas dasar perseorangan.
“Tapi kalau misalnya sebagai Wakil Ketua Umum, anggaran dasarnya itu misalnya mengikat, maka itu juga perlu ada keterangan dari partai bahwa yang Pak Ferry ajukan permohonan ini adalah pribadi sehingga legal standing yang dikuatkan di sini adalah terkait dengan perseorangan ya, jadi tidak terkait dengan partai," kata hakim Daniel.
Ferry menggugat Pasal 222 UU Pemilu soal presidential threshold 20 persen. Pasal 222 yang diminta dihapus. Ferry menggugat presidential threshold dari 20 persen menjadi 0 persen dengan alasan aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.
Dia menilai ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 secara implisit menghendaki munculnya beberapa calon dalam pemilihan presiden, yang tidak mungkin dilaksanakan dalam hal hanya terdapat dua pasangan calon. Selain itu, ketentuan Pasal 6A ayat (3) dan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 justru memberikan 'constitutional basis' terhadap munculnya calon presiden lebih dari dua pasangan calon dan karena itu presidential threshold jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan di atas.
"Keberlakuan Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 melanggar Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945, yaitu penerapan presidential threshold tidak sejalan dengan prinsip keadilan pemilu (electoral justice), yang mensyaratkan adanya kesamaan perlakuan di antara peserta pemilihan umum," papar Ferry. (rmol)