GELORA.CO -Anggota DPR dari Fraksi PKS Suryadi mengungkapkan, pemerintah Rusia telah memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan rel kereta api trans Kalimantan.
"Padahal dana yang telah dikeluarkan tidaklah sedikit," terang Suryadi dari Komisi V DPR dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
Ia menambahkan Pemerintah Rusia memutuskan untuk mundur dari rencana proyek ini karena bertabrakan dengan rencana pemerintah Indonesia, yakni positif ada pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan.
Russian Railways telah menginvestasikan 18 juta rubel atau Rp3,3 miliar untuk pengembangan awal proyek ini dan Pemprov Kalimantan Timur telah mengalokasikan APBD untuk cost of living, dan biaya tempat tinggal 150 mahasiswa Kalimantan Timur untuk studi teknik perkeretaapian di Rusia agar setelah lulus memegang operasional kereta api trans Kalimantan ini.
'"Proyek ini pun oleh Pemerintah telah dikeluarkan dari daftar Proyek Strategis Nasional pada tahun 2018 dengan alasan PT. Kereta Api Borneo (KAB) sebagai pemrakarsa tidak mampu menunjukan rencana aksi dan upaya tindak lanjut kemajuan proyek yang jelas," papar Suryadi.
"PT. KAB sendiri merupakan anak perusahaan perusahaan kereta api Rusia, Russian Railways (RZD)," tambah Suryadi dari daerah pemilihan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Ia menambahkan proyek dengan nilai investasi Rp53,3 triliun itu merupakan proyek kereta api batu bara single track sepanjang 203 kilometer mulai dari Kubar, Paser, PPU hingga Balikpapan.
Beberapa infrastruktur penunjang yang merupakan satu kesatuan dengan proyek kereta api ini diantaranya adalah stasiun, jetty batu bara, pelabuhan, dan PLTU dengan kapasitas 15 megawatt (MW)," tutur dia.
Menurutnya, dengan adanya moda transportasi kereta api dapat mengurangi biaya distribusi dan waktu tempuh, sehinggga pada akhirnya dapat meningkatkan kapasitas produksi perusahaan pertambangan.
Namun demikian proyek ini kemudian mandek karena karena belum disepakatinya perubahan status yang akan memungkinkan PT KAB mengangkut penumpang dan barang non-afiliasi seperti minyak kelapa sawit dan kayu.
"Hal ini dibutuhkan agar proyek menjadi lebih layak secara investasi. Sedangkan jika diubah statusnya untuk angkutan penumpang, maka Pemerintah menawarkan untuk bekerjasama dengan PT. KAI, karena perusahaan asing tidak boleh memiliki 100 persen kepemilikan kereta penumpang."
"Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva juga mengatakan pada kesempatan yang berbeda bahwa Pemerintah Rusia memutuskan untuk mundur dari rencana proyek ini karena bertabrakan dengan rencana pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan," papar Suryadi.
Memperhatikan kondisi tersebut, FPKS memandang Pemerintah perlu lebih cermat dalam merencanakan sebuah proyek agar tidak menjadi mangkrak, sebab bisa jadi ada pihak-pihak yang sudah mengeluarkan biaya.Sehingga perencanaan yang matang diperlukan agar jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan.
"Dalam hal ini proyek kereta api Kalimantan merupakan contoh proyek yang mangkrak akibat kurang matangnya perencanaan," tegasnya.
Ia menambahkan FPKS melihat gelagat yang sama pada proyek IKN, sehingga FPKS memperingatkan Pemerintah jangan sampai proyek IKN yang sama-sama berlokasi di Kaltim juga menjadi mangkrak karena perencanaan yang kurang matang karena proyek IKN ini terkesan sangat tergesa-gesa," Suryadi mengungkapkan. [poskota]