GELORA.CO - Beberapa waktu lalu ramai jadi sorotan sebuah patung naga yang berada di kompleks YIA Kulon Progo. General Manager YIA Agus Pandu Purnama pun memberikan penjelasan terkait alasan patung naga itu ada di YIA.
Ramainya bahasan mengenai keberadaan patung naga di YIA pertama kali mencuat setelah kicauan Humas Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya yang mempersoalkan patung tersebut adai di YIA.
"Pemandangan baru di Yogyakarta Internasional Airport (YIA) hari ini, Kamis (30/12/2021)," cuit Mustofa.
"Masih gresss, patung naga raksasa di pintu keluar Bandara. Kenapa bukan Patung Garuda atau Patung Pahlawan yang dipasang di sini? Ada temen di Yogyakarta tahu?," imbuhnya.
Belakangan kicauan itu memantik opini publik termasuk dari politisi PKS Mardani Ali Sera. Ia menyebut bahwa patung naga tidak akrab dengan budaya Indonesia.
Setelah viral beberapa waktu lalu, General Manager YIA Agus Pandu Purnama pun memberikan penjelasan mengenai keberadaan patung naga tersebut di YIA.
Lewat Instagramnya, ia memberikan penjelasan bahwa keberadaan patung naga itu untuk menggantikan gerobak pedati sapi karya seniman Nasirun mengiringi pergantian tahun 2021 ke 2022.
"Dipenghujung tahun 2021... ada pemandangan baru di kedatangan bandara YIA, tepatnya di depan Lawangpapat atau di antara Tamansari YIA. Semua mata pasti memandangnya karena ada karya luhur seni rupa oleh pamatung terkenal asal Bantul "Tri Suharyanto". Tri menyebutnya patung NAGA JALUR SUTRA. Patung naga dengan dimensi raksasa berukuran panjang 7 meter lebar 2 meter dengan tinggi kira kira 2,5 meter dibuat dengan bahan bahan sampah logam, besi galvanis (recycle). Patung ini dipasang menggantikan gerobak pedati sapi karya Nasirun mengiringi pergantian tahun 2021 ke 2022," jelasnya, Jumat (31/12/2021).
"Naga raksasa jalur Sutra yang berdiri dan siap melesat untuk terbang ke angkasa ini adalah melambangkan sebuah kedigdayaan bangsa Timur. Menolehkan pikiran ke abad lampau yakni abad 7 dimana Dinasti Syailendra bersama puluhan armada Maritimnya telah menjelajah hingga Madagaskar... torehan sejarah tersebut terpatri dalam relief kapal kuno di Borobudur dengan samudra Raksa yang telah mengguratkan jalur perdagangan bahari purba. Yang selanjutnya di teruskan oleh bangsa timur Laksamana Cheng Ho seorang muslim yang juga telah menjelajah dalam misi damai sampai ke pelosok dunia," ungkapnya.
"Patung raksasa Naga ini pernah di tampilkan dalam pameran tunggal Tri Suharyanto di Taman Budaya Jogjakarta dengan inisiator sekaligus Kurator Garin Nugroho. Lantas apa Korelasi nya dengan Bandara YIA?... patung Naga yang sangat kokoh dengan tanduk rusa dan kumis panjangnya menambah tampilan yang sengit. Cakar dengan daya cengkram yang kuat dan tajam melambangkan kuatnya tekad bandara untuk memberi pelayanan prima kepada masyarakat pengguna jasa. Sirip tajam di kepala seolah ingin segera melesat ke angkasa, melesat jauh meninggalkan keterpurukan akibat pandemi, ada butiran mutiara di dahinya perlambang kejernihan dan kemurnian berfikir, ekornya yang di tekuk seperti angka 8 melambangkan kesempurnaan," ungkap Pandu.
"Menghadapi tahun 2022 kita harus melepas semua aral melintang, kita harus segera Airborn menyambut 2022 dengan penuh optimisme," tukasnya.
Naga Bagian Dari Budaya Indonesia
Sebelumnya akademisi dan sejarawan, Sam Ardi langsung memberikan sindiran menohok terhadap Mardani atas ucapannya terkait patung naga di YIA.
Menurutnya, Mardani termasuk orang yang miskin literasi dan jarang rekreasi. Karena itu, Mardani dengan mudah memberikan pernyataan jika naga bukan budaya Indonesia.
"Bagi orang yang miskin literasi dan jarang rekreasi memang bisa saja punya kesimpulan kalau naga bukan simbol yang akrab dengan budaya Indonesia," tegas Sam Ardi lewat kicauannya di Twitter.
Lebih lanjut, Sam Ardi mengingatkan jika banyak naskah sampai artefak menunjukkan jika naga bagian dari budaya Indonesia. Walau begitu, Sam Ardi enggan memberikan penjelasan lebih lengkap.
Ia menilai tidak ada gunanya menunjukkan bukti-bukti mengenai naga yang berkaitan dengan budaya Indonesia. Pasalnya, semua itu percuma jika seseorang sudah memelihara kebodohannya.
"Mau diperlihatkan naskah-naskah, relief, atau artefak yang ada naganya juga percuma. Wong begonya (Orang kebodohannya) dipupuk kok," sindir Sam Ardi.[suara]