GELORA.CO -Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi saat diumumkan ke publik sudah tepat.
Penolakan terhadap cara yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri cs itu justru merupakan sebuah kemunduran dalam pemberantasan korupsi.
Begitu kata peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad A. Hariri menanggapi adanya penolakan cara KPK menghadirkan tersangka atas insiden intrupsi dari Hakim Otong Isnaeni Hidayat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
"Sebagai penegak hukum, cara ini berdasar asas presumtion of fact dan fact of guilty, bukan semata presumtion of guilt. Karena ini jadi salah satu kemajuan KPK saat ini yang patut diapresiasi, bahwa pengumuman tersangka dilakukan bersamaan dengan penahanan dan terlebih dahulu disertai alat bukti yang kuat," ujar Hariri kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (23/1).
Di sisi lain, kata Hariri, korupsi sebagai extraordinary crime memang memerlukan upaya efek jera yang juga tidak biasa.
"Maka kami setuju, penuntutan hukuman yang lebih berat, pemaksimalan denda dan uang pengganti, termasuk menghadirkan tersangka saat pengumuman, keseluruhannya merupakan hal yang logis disepakati," kata Hariri.
Namun demikian, LSAK meminta agar fenomena intrupsi dari tersangka harus dijadikan bahan evaluasi.
"Setidaknya perlu preventif menghindari insiden yang lebih dari sekadar aksi intrupsi," pungkas Hariri. (RMOL)