GELORA.CO -Pemerintah sudah mengumumkan calon Ibu kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur bernama Nusantara.
Selain itu, Pemerintah dan DPR sudah mengesahkan RUU IKN menjadi undang-undang tentang pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara, lokasi tempat dibangunnya (IKN).
Namun pro kontra rencana pemindahan IKN tersebut masih terus berlangsung sampai kini, ada yang setuju dan tidak setuju.
"MUI sampai kini belum mendapatkan penjelasan dari Pemerintah terkait rencana pemindahan IKN," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH Abdullah Jaidi yang dihubungi di Jakarta, Minggu (23/1/2022).
Abdullah Jaidi menilai seyogyanya pemindahan IKN harus ada persiapan yang matang.
"Jadi kami tidak tahu apakah pemindahan IKN tersebut secara bertahap, atau sekaligus karena pembangunannya membutuhkan waktu yang lama," tutur Abdullah Jaidi.
"Di negara- negara manapun pemindahan ibu kota negara itu jarang dilakukan, seperti Amerika Serikat (AS), Rusia dan banyak negara lainnya tidak melakukan pemindahan ibu kota negara," papar Abdullah Jaidi.
Ia menambahkan mereka tetap dengan ibu kota negara dan tidak memindahkannya karena berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan historis (sejarah).
"MUI sendiri menilai pemindahan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur tidak begitu esensial, apalagi dalam kondisi ekonomi sekarang ini," kata Abdullah Jaidi yang juga pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Artinya, menurut dia, bahwa pemindahan IKN bukan merupakan kebutuhan yang mendesak, apalagi dalam kondisi ekonomi sekarang ini, karena kalau memaksakan diri itu dikhawatirkan menjadi beban rakyat.
Ia menambahkan sampai kini dunia luar sudah mengenal ibu kota negara dari Indonesia adalah DKI Jakarta dengan segala sarana dan prasarana seperti bandara dan juga Istana Kepresidenan, serta kantor pemerintahan di Jakarta.
Sebab itu, lanjut KH Abdullah Jaidi, mengapa negara di dunia tidak memindahkan ibu kota negara-nya karena memang sarana dan prasarana yang sudah lengkap dan sudah dikenal banyak orang di dunia, juga memiliki nilai historis.
Seperti halnya DKI Jakarta yang dulu dikenal dengan nama Batavia juga memiliki nilai sejarah yang begitu panjang sejak zaman Hindia Belanda.
"Berbeda dengan Kalimantan Timur yang tidak memiliki nilai sejarah ibu kota negara. Bahkan, dengan pembangunan ibu kota negara di sana akan melakukan perubahan lingkungan hidup, dan ini akan berdampak kepada kehidupan satwanya," ungkapnya.
Sebab itu, papar Abdullah Jaidi, sebelum terlanjur jauh sebaiknya rencana pembangunan ibu kota negara ditunda saja demi kemaslahatan umat dan juga bangsa.
"Karena pemindahan ibu kota negara tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu waktu yang panjang, bisa puluhan tahun dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan ini akan menggerogoti APBN," terang Abdullah Jaidi.(poskota)