Mengingat Pesan Almarhum BJ Habibie kepada Direktur PT Dahana, Suhendra Yusuf

Mengingat Pesan Almarhum BJ Habibie kepada Direktur PT Dahana, Suhendra Yusuf

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Perkembangan era teknologi informasi dan digital saat ini sudah sejak lama diprediksi menjadi faktor penting eksistensi pembangunan sebuah bangsa. Maka urgensi penguasaan teknologi melalui ketersediaan sumber daya manusia yang unggul terus menjadi tantangan ke depan.

Setidaknya demikian pesan Presiden ketiga RI, BJ Habibie saat berdialog dengan Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dahana (Persero) saat ini.



Suhendra mengingat kembali diskusi dirinya dengan BJ Habibie yang saat itu turut dihadiri mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Sofian Effendi.

“Dalam diskusi tersebut, Pak Habibie berpesan dan menyampaikan tentang urgensi penguasaan teknologi, informasi dalam membangun bangsa," kata Suhendra kepada wartawan, Selasa (4/1).

Suhendra mengamini, apa yang disampaikan almarhum BJ Habibie saat itu, kini terjadi, yakni tingginya persaingan teknologi dan informasi berbasis digital.

"Maka, seperti pesan beliau, kita harus unggul dan mampu bersaing secara globlal di bidang teknologi ini,” lanjut Suhendra.

Suhendra merupakan salah satu tokoh nasional asal Provinsi Lampung yang juga keluarga Menteri Agama RI era Presiden Soeharto, Alamsyah Ratu Prawiranegara, salah satu kolega dan sosok yang banyak mendorong BJ Habibie mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Selain soal urgensi penguasaan teknologi oleh bangsa Indonesia, BJ Habibie menyampaikan bahwa pengembangan Iptek di Indonesia tak lepas dari peran Alamsyah Ratuprawiranegara.

“Pak Alamsyah juga yang mendorong Habibie mengembangkan Iptek. Pak Alamsyah juga sebagai inisiator dan penggerak terbentuknya ICMI,” urainya.

Ikhwal ketua ICMI, kata Suhendra, sekitar bulan Juni 1990, beberapa Mahasiswa Universitas Brawijaya, termasuk di dalamnya M. Iqbal dan Erik Salman mendatangi Jenderal Alamsyah Ratu Perwiranegara. Mereka menyampaikan proposal tentang seminar dan kajian pembentukan wadah bagi cendikiawan muslim.

Saat itu penggagas mengusulkan 3 nama untuk mengetuai wadah/forum cendikiawan tersebut, yaitu Prof Emil Salim, Azwar Anas, dan Prof BJ Habibie.

“Kalau saudara-saudara tanya pendapat saya siapa yang layak memimpin wadah ini jawaban saya adalah Habibie. Karena Habibie cukup memiliki keahlian dan ke-Islamannya cukup baik," demikian pernyataan Alamsyah seperti yang diingat Suhendra.

Setelah pertemuan tersebut, Alamsyah RPN menghubungi dan mendiskusikan dengan BJ Habibie atas maksud pembentukan wadah Cendekiawan Muslim yang digagas.

BJ Habibi saat itu mengaku ragu lantaran tidak memiliki latar belakang pendidikan keagamaan. Namun atas keyakinan Alamsyah, BJ Habibie menerima saran dan masukan dari Alamsyah.

Bak gayung bersambut, Presiden Soeharto setuju dan ikut serta membantu pembiayaan kegiatan seminar dan forum tersebut.

Akhirnya pada bulan Desember 1990, seminar dan pembentukan wadah Cendekiawan Muslim Indonesia diselenggarakan di Malang Jawa Timur dan secara resmi dibuka Presiden Soeharto. Saat itu pula, BJ Habibie dipilih sebagai Ketua Umum ICMI.(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita