IBC Batal Akuisisi Pabrik Mobil Listrik Jerman, Ahok Pernah Bilang: Kenapa Nggak Ajak Wuling?

IBC Batal Akuisisi Pabrik Mobil Listrik Jerman, Ahok Pernah Bilang: Kenapa Nggak Ajak Wuling?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyayangkan, batalnya akuisisi oleh  Indonesia Battery Corporation (IBC) terhadap perusahaan kendaraan listrik (EV) asal Jerman, StreetScooter. Menurut Bahlil, anak usaha Deutsche Post DHL Group itu kini telah diakuisisi oleh BUMN Singapura.

"BUMN Singapura beli tuh dan opsi itu sudah tidak lagi diberikan ke kita, sayang,” kata Bahlil, Sabtu (8/1).

Bahlil menyayangkan batalnya akuisisi oleh IBC karena menilai perusahaan mobil listrik Jerman yang dimaksud adalah perusahaan yang bagus. Bahlil juga mengaku kecewa lantaran rencana akuisisi StreetScooter dituduh memiliki potensi mark-up atau penggelembungan anggaran.

"Katanya ini investasi rugi, ini rugi lah, apa lah. kerja aja belum, mau jadi apa curiga terus," ungkap Bahlil.

Bahlil menegaskan, kabar modus mark-up atau penggelembungan harga dalam rencana IBC untuk mengakuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman itu. Menurut dia, dalam prosesnya sudah sangat transparan.

"Ada yang sebut ini terjadi mark-up padahal buktinya transparan belinya," tambahnya.

Sebelumnya, kritik atas rencana IBC untuk mengakuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman sempat disampaikan oleh Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok percaya bisnis IBC akan lebih baik jika bekerja sama dengan perusahaan asal China, yaitu Wuling.

"Saya tanya kenapa tidak ajak Wuling kerja sama yang sudah ada di Karawang? Ajak Hyundai kerja sama? Ya dong. Terus harus pakai besi pelat Krakatau Steel, itu sudah buat pelat yang baik,” kata Ahok beberapa waktu lalu dalam akun Youtube pribadinya.

Menurut Ahok, Indonesia bisa mengembangkan mobil listrik sendiri. Sehingga, rencana pembelian mobil listrik asal Jerman tidak masuk akal.

Dalam siaran di kanal Youtube-nya, Ahok mempertanyakan rencana tersebut kepada jajaran direksi Pertamina yang tergabung dalam IBC.

"Narasinya apa? (kenapa) mesti beli mobil listrik di Jerman? (katanya) supaya bisa masuk pasar Amerika, China, itu yang saya bilang hati-hati," kata Ahok.

Di Amerika Serikat sendiri sudah ada Tesla, sementara untuk pasar China juga sudah ada pemain utama seperti Wuling yang bisa menawarkan kendaraan listrik dengan harga murah. Menurutnya, jika memang ingin memproduksi kendaraan listrik maka ada opsi lain yang bisa ditempuh dari mengakuisisi perusahaan di Jerman.

"Kita sudah punya aki, kita lebih baik ngembangin anak-anak ITS. Kalau Anda masih kurang ngerti, kenapa enggak ajak Wuling atau misalnya perusahaan China? Gue mau kembangin mobil pakai merk gue boleh enggak? Boleh dong," ujar Ahok.

Bahkan, menurut Ahok, ada opsi untuk bisa menawarkan saham pada IBC untuk calon mitranya. Dengan syarat, mitra tersebut memberikan bantuan untuk pengembangan kendaraan listrik dalam negeri.

Merespons Ahok pada akhir November 2021, Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia atau IBC Toto Nugroho menjelaskan IBC belum melakukan kesepakatan apa pun dengan produsen mobil listrik asal Jerman terkait pembelian mobil listrik.

"Ini masih dalam tahap penjajakan. Proses due diligence dari berbagai aspek yang kami lakukan," ujar Toto kepada Republika, Jumat (26/11).

Toto juga mengatakan salah satu upaya yang dilakukan IBC dalam pengembangan industri kendaraan listrik (EV) adalah dengan mengembangkan portfolio bisnis untuk mendapatkan know-how dan knowledge transfer serta mitra strategis yang memiliki kompetensi dalam pengembangan EV.

Toto juga memastikan dalam proses pencarian mitra ataupun penjajakan partner, IBC tetap mengedepankan prinsip GCG (good corporate governance) dan regulasi yang berlaku.

"Kami tetap mengedepankan prinsip GCG dan regulasi yang berlaku," ujar Toto.

Ekonom Indef, Tauhid Ahmad menilai Indonesia akan mampu menguasai industri mobil listrik global di masa mendatang. Modalnya, menurut Tauhid,  Indonesia memiliki sumber baterai listrik dari turunan nikel.

“Setahu saya sumber biaya yang paling mahal dari mobil listrik soal komponen baterai listrik. Karena satu ini kita punya daya saing,” kata Tauhid, Kamis (18/11).

Namun, menurut Tauhid, dari segi teknologi, untuk mengembangkan industri mobil listrik, Indonesia tidak dapat bekerja sendiri. Sehingga, IBC harus mencari mitra dengan perusahaan luar negeri.

“Kalau hanya mengandalkan SDM sendiri terlalu lama, mungkin bisa tapi lama,” katanya.

Menurutnya, pemerintah ke depan harus lebih banyak memberikan dukungan kepada sektor ini, seperti halnya insentif fiskal. Sebab, kalau tidak, tentunya industri mobil listrik dalam negeri tidak dapat berkembang.

“Jadi kita tidak hanya mengandalkan produk-produk luar saja,” kata dia. [rep]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita