GELORA.CO -Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengingatkan pemerintah ihwal kecerdikan Singapura dalam mengecoh kebijakan FIR yang disepakati antara Indonesia dan Singapura.
Pasalnya, dalam perjanjian tersebut Singapura mewajibkan ratifikasi oleh parlemen dalam kedua perjanjian sekaligus. Jika tidak ada salah satu, yang menyerahkan dokumen tersebut, maka Singapura tidak akan menyerahkan dokumen ratifikasi.
"Dan karenanya perjanjian tidak akan efektif berlaku. Singapura berkalkulasi perjanjian pertahanan tidak akan diratifikasi oleh DPR mengingat menjadi sumber kontroversi pada tahun 2007 sehingga tidak pernah dilakukan ratifikasi," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Kantor Berita Politik RMOL, MInggu (30/1).
Menurutnya, jika perjanjian dokumen ratifikasi tersebut muncul kembali, maka akan menjadi kontroversi di dua negara dan berujung tidak diratifikasikannya oleh DPR RI, maka Singapura tidak wajib untuk menyerahkan dokumen ratifikasi perjanjian FIR.
"Akibatnya Perjanjian FIR tidak akan berlaku efektif. Konsekuensi ikutannya adalah FIR tidak pernah beralih pengelolaannya ke Indonesia dan tetap dikelola oleh Singapura," katanya.
Rektor Universitas Achmad Yani ini mengatakan jika perjanjian pertahanan diratifikasi oleh DPR dan dokumen ratifikasi perjanjian FIR dan pertahanan dipertukarkan sehingga kedua perjanjian ini efektif berlaku maka Singapura tetap mengelola FIR di ketinggian 0-37,000 kaki atas dasar pendelegasian sebagaimana diatur dalam perjanjian FIR.
"Bahkan Singapura mendapat satu keuntungan lagi yaitu perjanjian pertahanan yang di tahun 2007 ditentang oleh banyak pihak di Indonesia bisa efektif berlaku," tandasnya.(RMOL)