GELORA.CO - Partai Gerindra tidak habis pikir harga minyak goreng di pasaran masih tinggi berkisar Rp 19 ribu hingga 24 ribu per kg. Padahal, momentum Natal dan tahun baru yang disebut menjadi alasan kenaikan harga minyak goreng sudah dua pekan berlalu.
Lebih mengherankan lagi, kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, saat ini Indonesia berstatus sebagai salah satu eksportir bahan dasar minyak sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia.
"Kita tahu memang harga CPO dunia sedang mengalami kenaikan. Tapi itu bukan menjadi patokan mengapa harga minyak goreng di dalam negeri kita masih tinggi," kata Muzani kepada wartawan, Rabu (12/1).
"Apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar bahan dasar minyak goreng. Jadi rakyat bertanya, kenapa harga minyak goreng kok masih mahal?" sambungnya.
Pada sisi lain, Muzani juga mengapresiasi usaha pemerintah yang telah melakukan operasi pasar untuk menekan tingginya harga minyak goreng sekalipun belum bisa mengubah fakta bahwa harga minyak goreng masih tinggi.
Lanjut Wakil Ketua MPR RI ini, saat ini hampir seluruh perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar dalam negeri menggarap lahan sawit di atas tanah Hak Guna Usaha (HGU) miliki negara.
Oleh sebab itu, Muzani berharap para pengusaha kepala sawit untuk lebih bijak dalam menerapkan harga minyak di domestik. Sebab, kenaikan harga minyak goreng ini berimplikasi buruk terhadap pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
"Dari data yang ada, hampir semua perusahaan yang bergerak di kelapa sawit menggunakan lahan HGU miliki negara. Jadi ini memungkinkan para pengusaha sawit untuk menetapkan harga minyak goreng yang murah agar dapat dijangkau rakyat," pungkasnya. [rmol]