GELORA.CO - Pendirian Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dalam mengajak warganya untuk divaksinasi COVID-19 sungguh teguh. Ia bahkan berjanji akan mempersulit kehidupan warganya yang tidak divaksinasi.
“Untuk mereka yang tidak divaksinasi, saya sangat ingin merepotkan mereka. Dan kami akan terus melakukan ini, hingga akhir. Ini adalah strategi kami,” ujar Macron dalam wawancara bersama surat kabar Le Parisien, Selasa (4/1), dikutip dari AFP.
Ia menambahkan, mempersulit yang ia maksud adalah membatasi sebanyak mungkin akses mereka terhadap aktivitas di lingkup sosial.
Saat ini, Pemerintah Prancis sedang berupaya mengesahkan Undang-undang yang akan mewajibkan bukti vaksin untuk mengunjungi berbagai ruang publik dan menggunakan kereta mulai 15 Januari nanti.
Penggunaan paspor kesehatan sudah berjalan selama beberapa bulan di Prancis. Warga harus menggunakan paspor, yang meliputi bukti vaksinasi atau hasil tes COVID-19, jika ingin datang ke kafe, restoran, lokasi hiburan, dan menaiki kereta.
Dengan adanya UU ini, hasil tes COVID-19 tidak akan lagi diterima. Jadi, hanya bukti vaksinasi yang akan digunakan.
“Saya tidak akan memenjarakan mereka [yang tidak divaksinasi], saya tidak akan memaksa untuk memvaksinasi mereka,” ucap Macron.
“Oleh karenanya, kami harus memberi tahu mereka: Mulai 15 Januari, Anda tidak lagi bisa pergi ke restoran. Anda tidak lagi bisa mengunjungi kedai kopi, Anda tidak lagi bisa mengunjungi teater. Anda tidak lagi bisa pergi ke bioskop,” lanjutnya.
Rancangan UU ini tidak diterima dengan baik oleh para aktivis anti-vaksin. Akibatnya, tak sedikit politikus yang menerima ancaman pembunuhan karena kebijakan wajib bukti vaksin ini.
Oposisi juga menentang keras RUU serta pernyataan Macron tersebut. Menurut kepala Partai Republik sayap kanan, Bruno Retailleau, bahasa yang digunakan Macron sudah kelewatan.
“Tidak ada keadaan darurat kesehatan yang bisa mewajarkan kata-kata tersebut,” tegas Retailleau.
“Emmanuel Macron mengatakan ia telah belajar mencintai rakyat Prancis, tapi kelihatannya ia suka untuk membenci mereka. Kita bisa membujuk warga untuk divaksinasi tanpa harus menghinanya atau mendorong mereka ke jurang radikalisasi,” tambahnya.
Kebijakan wajib bukti vaksin ini menyusul lonjakan kasus COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron. Pada Selasa (4/1), Prancis kembali mencetak rekor penambahan kasus harian tertinggi, yaitu dengan 271.686 infeksi.
Kematian dan jumlah pasien rawat inap juga melonjak. Sebanyak 293 pasien meninggal dunia dan 3.665 orang masuk rumah sakit akibat COVID-19.
Kini, total kasus corona di Prancis mencapai 10.317.819 infeksi dan 124.212 kematian. [kumparan]