GELORA.CO -Mantan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin dituntut hukuman penjara selama empat tahun dua bulan dan denda Rp. 250 juta subsider enam bulan kurungan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Senin (23/1/2022).
Menurut Jaksa KPK, Lie Putra, Azis terbukti telah melakukan suap sekira Rp. 3,6 miliar kepada eks penyidik KPK, Stevanus Robin Patujju dan rekannya, Maskur Husain untuk membantu dia dan Aliza Gunado lepas dari jeratan kasus terkait APBD Lampung Tengah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter Kaban menilai, tuntutan yang diberikan kepada orang sekaliber Azis tentu dapat dikatakan sangat ringan.
Menurutnya, perlu tuntutan yang lebih maksimal untuk diberikan kepada politikus partai Golkar tersebut.
Karena paksa yang digunakan untuk menuntut juga memungkinkan pidana maksimal hingga lima tahun penjara.
"Tuntutan ini tentu sangat ringan, mengingat orang sekaliber Azis Syamsuddin, tentu perlu tuntutan yang lebih maksimal," kata Lalola kepada Poskota.co.id melalui pesan singkat, Selasa (25/1/2022).
Menurutnya, tuntutan diberikan kepada Azis tak akan membuat efek jera bagi terdakwa korupsi.
"Kalau tuntutannya hanya demikian, tentu tidak ada efek jera bagi terdakwa korupsi yang kasusnya punya kaitan erat dengan posisi dan jabatannya sebagai politisi dan mantan wakil ketua DPR," tambahnya.
Lanjut dia, Azis sangat pantas untuk dijatuhi hukuman pidana sekurang-kurangnya lima tahun.
Selain dari diberikan tindakan pemiskinan yang sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Tipikor.
Pasal yang didakwakan untuk Azis tidak memungkinkan hukuman seumur hidup, jadi sekurang-kurangnya dituntut maksimal sesuai yang ada di Pasal 5 UU Tipikor, yaitu 5 tahun penjara," ujar dia.
"Pemiskinan tentu harus dilakukan dengan penerapan pasal 18 ayat (1) UU Tipikor terkait pidana tambahan uang pengganti, dan ditambah dengan penggunaan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mendalami dugaan pihak lain yang mendapat aliran dana dari uang suap yang diduga diterima Azis," jelas dia.
Namun, ia juga mengapresiasi langkah KPK yang telah menjatuhkan tuntutan pencabutan hak politik bagi eks Wakil Ketua DPR itu.
"Satu hal yang sudah tepat dilakukan oleh KPK dalam penuntutan, adalah menuntut pencabutan hak politik terhadap Azis Syamsudin," tukas Lalola.
Sekadar informasi, berdasarkan dakwaan Jaksa, sejak (8/102019) lalu, KPK menyelidiki dugaan adanya tindak pidana korupsi (Tipikor) berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.
Atas dugaan tersebut, KPK kemudian mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-45/ 01/ 02/ 2020 tanggal 17 Februari 2020, di mana dalam surat penyelidikan tersebut diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.
Azis dan Aliza kemudian berupaya agar namanya tidak diusut dalam penyelidikan perkara suap di Lampung Tengah tersebut dengan cara meminta bantuan kepada eks penyidik KPK Stevanus Robin Patujju dengan maksud agar tidak dijadikan tersangka dengan memberikan sejumlah uang suap.
Karenanya, Jaksa menyangkakan Azis bersalah dengan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (CR 10)(poskota)