GELORA.CO - Tokoh politik nasional Rizal Ramli menyoroti hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang sering menggunakan argumentasi open legal policy dalam menangani setiap pengajuan judicial review.
Dalam laman Twitter pribadinya, pria yang karib disapa RR ini menyebutkan bahwa hakim MK yang doyan gunakan argumentasi open lecal policy masuk kategori penjilat.
RR mengatakan, argumentasi hukum itu digunakan untuk menghindari tanggung jawab konstitusional.
"Justru MK dibuat untuk menguji apakah UU bertentangan dengan UUD. Semua yang bertentangan dengan UUD yang tidak konstitutional! Gitu aja ribet, sono kuliah lagi," demikin cuitan RR seraya mentautkan akun resmi MK, Minggu petang (2/1).
Ia kemudian mengungkapkan bahwa aturan tentang ambang batas pencalonan presiden 20 persen tidak tercantum dalam UUD 1945. Artinya, aturan itu tidak konstitusional.
"(Threshold) Itu hanya untuk blocking calon-calon pilihan rakyat, dan menjadi basis dari demokrasi kriminal! Kok gitu aja ora ngerti. Hakim MK sono, kuliah lagi filsafat dan logika," demikian penjelasan bernada sindiran mantan Menteri Perekonomian era Presiden Gus Dur ini.
Hakim2 MK penjilat doyan pakai argumen “Open Legal Policy” utk menghindar dari tanggung jawab konstitutional. Justru MK dibuat utk menguji apakah UU bertentangan dgn UUD. Semua yg bertentangan dgn UUD ya tidak konstitutional ! Gitu aja ribet, sono kuliah lagi deh😄 @officialMKRI
— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) January 2, 2022
Dihimpun dari berbagai sumber, Open legal policy merupakan kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. Jika konstitusi sebagai norma hukum tertinggi tidak memberikan batasan yang jelas bagaimana seharusnya materi dalam undang-undang diatur.
Tolak ukur Undang-undang yang dibentuk melalui open legal policy tercantum pada Pasal 28J ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Prinsipnya tetap bisa diajukan untuk judicial review ke Mahkamah Konstitusi. (rmol)