GELORA.CO - Pegiat media Sosial, Denny Siregar mengaku iri dengan kemajuan dan perkembangan negara Singapura. Padahal wilayah dan Sumber Daya Manusia (SDM) di Singapura jauh lebih sedikit ketimbang Indonesia.
Denny mengatakan, kemajuan negara-negara maju tak lepas dari cara berpikirnya yang mengutamakan bidang eknomoni dan kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (iptek).
Hal itu tentu jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia di mana banyak masyarakat yang membawa isu agama ke arena publik sehingga terjadi persilihan. Salah satu negara maju yang bisa ditiru oleh Indonesia ialah negara tetangga, yakni Singapura.
"Saya sebenarnya iri dengan banyak negara maju yang lebih prioritas pada ekonomi, teknologi, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka fokus pada bagaimana berpikir ke depan dan menjadikan agama sebagai ruang pribadi manusia bukan sebagai arena debat publik yang tidak berujung arahnya," kata Denny Siregar dalam saluran YouTube 2045 TV, dikutip Hops.ID pada Rabu, 12 Januari 2022.
"Kita harus belajar dari Singapura salah satu negara tetangga kita yang sudah sangat maju ekonominya," sambungnya.
Denny menjelaskan sejarah perkembangan negara Singapura yang perlahan mulai mengubah cara berpikir soal agama.
Awalnya pada tahun 1984, pemerintah Singapura sempat memasukkan pelajaran agama di kurikulum sekolah. Siswanya diberi kebebasan memilih salah satu pelajaran agama yang mereka suka yaitu Islam, Kristen, dan Buddha.
"Sebagai catatan ya mayoritas warga Singapura penganut agama Buddha sebanyak 31 persen, kemudian ada Tao, baru Islam dan Kristen," ujar Denny Siregar.
Lima tahun kemudian pemerintah Singapura mencabut kebijakan tersebut dan pelajaran agama tidak boleh lagi diajarkan di sekolah negeri kecuali di sekolah agama.
Denny menambahkan, pemerintah Singapura di bawah Perdana Menteri Lee Kuan Yew saat itu melihat kalau ternyata pelajaran agama malah membuat guru dan siswa di sekolah negeri menjadi terkotak-kotak, bahkan ada ketegangan di masing-masing agama.
"Singapura kemudian menetapkan negaranya sebagai negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan kebijakan negara. Itu bukan berarti Singapura melarang penduduknya beragama tetapi agama dalam bentuk apapun seperti diskusi dan penerapan ibadahnya haruslah cuma ada di ruang pribadi mukanya ruang publik," jelas Denny Siregar.
Menurut Denny, Keputusan itu dilakukan Singapura supaya negaranya yang terdiri dari berbagai etnis dan agama itu tidak terpecah-belah. Sebaliknya pemerintah berharap agar rakyatnya bisa lebih sibuk berbicara dan berdiskusi mengenai ekonomi dan teknologi dari pada berdebat tentang agama.
Kebijakan yang diambil pemerintah Singapura terkait agama itu terbukti berhasil membawa negaranya maju.
"Kita juga jarang mendengar di Singapura ada konflik masalah SARA, kalaupun ada itu biasanya terjadi di kalangan imigran yang kerja di sana. Singapura berhasil menjaga negaranya dari permasalahan yang basic dan sia-sia dan lebih mengutamakan hal yang menguntungkan mereka. Itulah kenapa Singapura menjadi tujuan investasi dunia internasional," tutur Denny.
"Di Singapura, di negara yang sering dijuluki negara kafir oleh para kadrun di Indonesia, korupsinya sangat sedikit karena akan ditindak tegas oleh aparat. Singapura juga melarang agama dalam politik ataupun politisasi agama," sambungnya.
Denny lantas membandingkan dengan apa yang terjadi di Indonesia sekarang, di mana justru tertinggal jauh dari Singapura lantaran sibuk membahas dan berdebat soal agama.
"Coba bandingkan beda banget dengan Indonesia. Dengan jumlah luas negara yang berlipat-lipat luasnya dari Singapura dan jumlah penduduk yang puluhan kali lipatnya dari Singapura, ekonomi kita kalah dari mereka. Kita ini lebih sibuk dengan agama daripada kemajuan ekonomi hal lagi ilmu pengetahuan. Kita tertinggal jauh dengan mereka karena lebih sibuk berdebat tentang agama, lebih sibuk membahas penistaan agama, lebih sibuk dengan pelajaran agama yang bukannya membuat kita maju kedepan malah tertinggal mundur kebelakang," tandasnya. [hops]