OLEH: DJONO W OESMAN
DATA KPK sampai Oktober 2021, dari 542 kabupaten/kota, 122 pejabat korupsi. Atau 23 persen. "Terbanyak Jawa Barat, 101 kasus," kata Ketua KPK, Firli Bahuri ke pers, Rabu (8/9).
Data itu, bakal ditambah Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, yang kena OTT KPK, Rabu (5/1). Juga belasan pejabat di jajaran Pemkot Bekasi yang ditangkap serangkaian dengan dugaan korupsi Rahmat Effendi.
Padahal, Wali Kota Bekasi terdahulu, Mochtar Mohammad, juga korupsi, 2011. Mochtar Mohammad ditangkap, diadili. Lalu, divonis hukuman enam tahun penjara. Ia bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Juni 2015.
Sewaktu Mochtar Mohammad wali kota, Rahmat Effendi yang biasa dipanggin Pepen adalah Wakil Wali Kota Bekasi (sejak 2008). Begitu Mochtar dihukum, Pepen menggantikannya Plt Wali Kota Bekasi. Sampai ia kena OTT, kemarin.
Kini, posisi Wali Kota Bekasi langsung digantikan wakilnya, Tri Adhianto. Surat penugasan Tri sebagai Plt Wali Kota Bekasi, diserahkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, Jumat (7/1). Ridwan Kamil mengunggah momen itu melalui akun instagram-nya.
Pepen ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi pada Kamis (6/1/22). Jalur dugaan korupsinya, ada beberapa. Dijelaskan Ketua KPK, Firli Bahuri, di konferensi pers, Kamis (6/1) begini:
Bermula dari penetapan APBD-Perubahan 2021 Bekasi, terkait belanja modal ganti rugi tanah senilai Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi pembebasan tanah, di antaranya ada empat:
Pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu, Bekasi, senilai Rp 21,8 miliar. Pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar. Pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Pepen diduga terlibat menentukan lokasi serta melakukan penunjukan langsung pihak swasta.
Firli: "Tersangka RE selaku Wali Kota Bekasi periode 2018-2022 diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta. Ia intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud, serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan."
Pepen meminta sejumlah uang kepada para pihak yang lahannya mendapatkan ganti rugi oleh Pemkot Bekasi. Dalih Pepen, memakai sebutan 'sumbangan masjid'.
Firli: "Pihak-pihak tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaan RE, yaitu JL yang menerima uang Rp 4 miliar dari LBM."
Dilanjut: "Juga, orang kepercayaan RE yang lain, WY, menerima uang sejumlah Rp 3 miliar dari MS dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga RE."
Jika dikalkulasi, berdasar data KPK itu, nilai ganti rugi tanah total (dari 4 item tersebut) Rp 84,4 miliar. Sedangkan permintaan suap Pepen yang terdata sudah diterima Rp 7 miliar.
Itulah semacam cashback (kepada Pepen) dari uang ganti rugi tanah yang dibayar dari uang Pemkot Bekasi. Cashback inilah yang, menurut Firli, oleh Pepen diistilahkan sebagai 'sumbangan masjid.
Tapi, istilah cashback di sini tidak tepat. Sebab, cashback adalah hadiah uang tunai (atau barang) yang diberikan suatu perusahaan kepada konsumen, setelah membeli suatu produk.
Cashback legal. Sedangkan yang dilakukan Pepen ini korupsi.
Diduga, ada jalur korupsi lain lagi. Yakni, Pepen menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi. Dalihnya, pemotongan terkait posisi jabatan yang diemban pejabat yang dimintai duit.
Firli: "Hasil uangnya, diduga dipergunakan untuk operasional tersangka RE yang dikelola oleh MY yang pada saat dilakukan tangkap tangan, tersisa uang sejumlah Rp 600 juta."
Diduga, ada jalur korupsi Pepen yang lain lagi. Yakni terkait kepengurusan proyek dan tenaga kerja kontak di Pemkot Bekasi. "RE diduga menerima sejumlah uang Rp 30 juta dari AA melalui MB," tutur Firli.
Jika dugaan korupsi itu kelak terbukti secara hukum (oleh pengadilan), maka tampak-lah perilaku korupsi yang membabi-buta. Dari nilai miliar rupiah sampai Rp 30 juta.
Tapi, yang tertangkap tangan oleh KPK di rumah dinas Pepen, Rabu (5/1/22) adalah uang tunai Rp 3 miliar. Dan bukti transfer Rp 2 miliar. Disita KPK.
Uang tersebut, baru beberapa detik diserahkan oleh Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi, M. Bunyamin kepada Pepen.
Karena, sebelumnya, tim KPK sudah mengintai M Bunyamin yang masuk ke rumah dinas Wali Kota Bekasi, membawa (diduga) segepok uang. Dan, ternyata dugaan itu terbukti benar, Rp 3 miliar cash dan Rp 2 miliar, transfer.
"Tim KPK selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB bergerak mengamankan MB pada saat keluar dari rumah dinas Wali Kota," ucap Firli.
Kejadian semacam ini selalu berulang. Pertanyaannya, mengapa korupsi begitu gampang?
Pejabat yang berwenang membayar ganti rugi tanah, tentu sangat tergoda minta semacam cashback. Karena, ia merasa membayar, walau uangnya milik negara. Apalagi, biaya politik untuk jadi pejabat, sangat tinggi. Cashback-nya, ya begitu itu.
Pertanyaan ini didiamkan, tetap jadi pertanyaan, tanpa jawaban. Tanpa solusi.
*(Penulis adalah wartawan senior)