GELORA.CO - Salah satu mantan aktivis reformasi 1998 Solo, Ahmad Farid Umar Assegaf, mendukung langkah dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun yang melaporkan kedua putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK.
Laporan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
"Kalau sampai Ubedilah ditangkap, kami siap mengadakan aksi-aksi untuk mendukung Ubedilah," kata Farid, saat dikonfirmasi Kompas.com via telepon di Solo, Jawa Tengah, Selasa (25/1/2022).
Bukan hanya dari mantan aktivis '98, pihaknya juga akan melibatkan masyarakat untuk mengawal langkah Ubedilah dalam upaya pemberantasan KKN.
Farid meminta kepada relawan Jokowi Mania pendukung Joko Widodo selama dua periode Pemilu Presiden (Pilpres) yang melaporkan balik Ubedilah ke polisi untuk tidak baper dengan laporan tersebut.
"Tunjukkan ke semua masyarakat bahwa bisnis dari Gibran dan Kaesang itu tidak berbau KKN, tunjukkan. Tidak usah baper. Tidak usah marah. Ini hak warga negara dijamin UU Pasal 28 UUD 1945 kedudukan sama di mata hukum," ucap alumnus UMS.
"Dulu amanat reformasi pemberantasan KKN tidak pandang bulu, mau anak presiden, mau anak siapa, kita tidak peduli," lanjut dia.
Farid menilai, banyak kejanggalan dalam bisnis yang digeluti oleh kedua anak Jokowi tersebut.
"Masak anak baru lulus kuliah mempunyai kekayaan seperti itu. Kalau dia mau membuktikan kekayaan murni, uang murni, tunjukkan," ungkap dia.
Diberitakan sebelumnya, dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan itu dilayangkan oleh dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga aktivis '98, Ubedilah Badrun.
"Laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak Presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan," ujar Ubedilah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/1/2022).
Laporan ini, ujar Ubedilah, berawal dari tahun 2015 ketika ada perusahaan besar bernama PT SM yang sudah menjadi tersangka pembakaran hutan dan dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan nilai Rp 7,9 triliun.
Namun, dalam prosesnya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," terang Ubedilah.
Menurut dia, dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut sangat jelas melibatkan Gibran, Kaesang, dan anak petinggi PT SM karena adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Dua kali diberikan kucuran dana. Angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat. Dan setelah itu kemudian anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan yang angkanya juga cukup fantastis, Rp 92 miliar,” ujar Ubedilah.
“Dan itu bagi kami tanda tanya besar, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka yang cukup fantastis kalau dia bukan anak Presiden," kata dia. [kompas]