GELORA.CO - Surat terbuka dengan bahasa isyarat dalam video dan tulisan di media sosial dari seorang penyandang tunarungu untuk Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini viral. Pembuat surat terbuka itu mengaku sakit hati melihat Risma memaksa tunarungu bicara.
Surat terbuka ini disampaikan oleh salah seorang tunarungu bernama Jennifer melalui sebuah video yang diunggah di media sosial, Jumat (3/12/2021). Jennifer menceritakan bahwa dia terlahir tuli.
"Saya sakit hati ketika Ibu Risma memaksa teman tuli bersuara. Misalnya saya merasakan kalau aku dipaksa orang untuk bersuara, saya malu, saya tidak bisa mendengar, saya nyaman pakai bahasa isyarat. Bagiku bahasa isyarat efektif, efisien dan nyaman. Jangan memaksa orang tuli bersuara, tolong bu!" ujar Jennifer saat dimintai konfirmasi.
"Jadi Bu Risma tolong jangan memaksa! Orang tuli banyak ragamnya, jangan memaksa untuk sempurna. Cukup sampai sekarang ini, cukup tau Bu Risma seperti itu! Ibu Risma tidak berhak sedih!" tuturnya.
Dia menjelaskan, alat bantu dengar ditunjukkan untuk membantu mendengar suara sekitar. Namun tidak mendengar suara sendiri.
"Alat bantu dengar itu membantu mendengar suara di sekitar bukan mendengar suara sendiri. Kalau orang bicara, dengar, kalau di jalan ada mobil klakson, dengar, oh iya, bukan untuk mendengar suara sendiri. No, salah paham Ibu Risma," kata Jennifer.
Ia juga mengatakan saat ini Indonesia masih belum ramah pada disabilitas. Menurutnya perlu adanya perhatian lebih untuk penyediaan akses untuk penyandang disabilitas.
"Disediakan akses untuk penyandang, contoh yang seperti di US, ada app untuk Deaf people. Di Indonesia belum ada itu karena belum melakukan riset, paling cuma 40%. Negara Indonesia masih belum inklusif dan masih belum ramah disabilitas," tuturnya.
Berikut ini isi surat terbuka untuk Risma:
Surat terbuka untuk Ibu Risma Menteri Sosial yang terhormat, saya terlahir tuli, saya lihat di berita di mana-mana, cek YouTube Kemensos, Instagram #stopaudism.
Saya melihat di berita. Berita pertama Ibu Risma bilang "Saya paksa memang". Tapi di berita lain Ibu Risma bilang "Saya tidak memaksa, itu pilihannya. Ibu sedih sekali", what?
Di video pertama itu, ibu paksa memang, Tuhan menciptakan mulut, mata, dan telinga untuk bicara, melihat, dan mendengar. Tuhan menciptakan saya, saya terlahir tuli, saya tidak bisa bicara dengan jelas, saya tidak bisa mendengar dan saya bersyukur. Ibu Risma bilang, ada alat bantu dengar supaya bahasa isyarat dikurangi. Astaga ya Tuhan.
Alat bantu dengar itu membantu mendengar suara di sekitar bukan mendengar suara sendiri. Kalau orang bicara dengar, kalau di jalan ada mobil klakson dengar oh iya, bukan untuk mendengar suara sendiri. No, salah paham Ibu Risma.
Saya sakit hati ketika Ibu Risma memaksa teman tuli bersuara. Misalnya saya merasakan kalau aku dipaksa orang untuk bersuara, saya malu, saya tidak bisa mendengar, saya nyaman pakai bahasa isyarat. Bagiku bahasa isyarat efektif, efisien dan nyaman. Jangan memaksa orang tuli bersuara. Tolong Bu!
Bu, coba paksa orang buta untuk melihat. Di RS menyediakan operasi mata, tidak mungkin orang buta bisa melihat dengan sempurna, tidak semua bisa melihat. Tuhan menciptakan kita, tangan diciptakan untuk bekerja dan berisyarat bagi kaum tuli. Bahasa isyarat memudahkan kita berkomunikasi, mandiri! tidak semua bicara jelas dan lancar, suara tidak jelas.
Bu Risma, jujur hatiku sakit, saya membuat video ini untuk mengutarakan perasaanku. Bu Risma kenapa bisa sampai berfikir seperti itu? Pasti di luar sana orangtua yang punya anak tuli berharap anak mereka bisa bicara, tapi anak tuli tidak bisa bicara dengan jelas, pasti pakai bahasa isyarat. Anak itu berkomunikasi pakai bahasa isyarat, pasti orang tua sedih. Jadi Bu Risma tolong jangan memaksa! Orang tuli banyak ragamnya, jangan memaksa untuk sempurna. Cukup sampai sekarang ini, cukup tau Bu Risma seperti itu! Ibu Risma tidak berhak sedih!
Saya mewakili teman-teman tuli mengutarakan perasaan, jadi tolong jangan memaksa untuk sempurna. Saya berharap orang-orang seperti Bu Risma buka mata, pikiran dan hati. Cukup tahu! (detik)