GELORA.CO - Aksi unjuk rasa ribuan buruh yang menerobos Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) hingga menduduki ruang kerja Gubernur, disebabkan rasa sakit hati yang dilontarkan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) agar pengusaha mengganti pekerja dengan upah yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten untuk tahun 2022.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Pekerja Nasional (SPN), Puji Santoso mengatakan, Gubernur Banten terbukti tidak bisa menjaga marwah dan kehormatan Kegubernuran. Dengan Kantor dikuasai sementara rakyatnya bukan tanpa sebab, dikarenakan Ucapan Gubernur WH yang Asbun -asal bunyi- dan tidak beradab.
“Ini ditengarai arogansinya pasca menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Ucapannya agar pengusaha mengganti dengan pekerja yang mau digaji dengan 2,5 juta hingga Rp4 juta, tentu membuat kami sakit hati karena tidak pro kepada buruh,” jelasnya.
Selain itu juga, kata Puji. Kebiasaan Gubernur Banten yang nyaris tidak pernah mau menemui rakyat buruh ketika didatangi, patut dipertanyakan.
“Gubernur Banten ini memimpin rakyat Banten secara keseluruhan atau hanya memimpin, menghidupi dan menjaga kelompoknya saja,” katanya.
Kemudian, lanjut Puji. Dengan Gubernur Banten memberhentikan Kasatpol PP pasca aksi tersebut, hak itu merupakan bentuk Kepemimpinan Kumingsun (merasa paling benar), kekanak-kanakan dan tidak ngaca pada diri sendiri. Seolah itu hanya kesalahan semata Kasatpol PP.
“Gubernur mungkin lupa, padahal semua yang terjadi ini karena ulahnya bicara asal bunyi, tidak bertanggungjawab, dan tidak berani menemui rakyat buruh, sehingga hal ini yang menjadikan situasi menjadi berbeda namun masih dalam kendali. Untuk itu, saya sangat berterimakasih kepada Jajaran Polda Banten, dan Satpol PP yang melayani rakyat buruh dengan sangat humanis dalam giat waktu itu,” ujarnya.
Seharusnya, kata Puji. Gubernur Banten dapat memenuhi rasa keadilan bagi rakyat buruh, disaat tahun sebelumnya dengan alasan Pandemi Covid 19 para pengusaha mendapatkan subsidi dari Negara senilai ratusan trilyun rupiah agar tidak terjadi PHK, merumahkan pekerja, memotong Upah dan lainnya.
Namun yang terjadi PHK dimana-mana, merumahkan pekerja dimana-mana, banyak pengusaha yang membayar upah tidak sesuai ketentuan.
“Disaat itu rakyat buruh diam dan memaklumi meski tidak ada kepedulian dari Gubernur Banten. Tapi sekarang, disaat ekonomi mulai berangsur membaik, justru pemerintah malah ingin menyiksa perekonomian rakyat buruh. Saya jadi meragukan Gubernur Banten saat ini dalam memimpin Provinsi Banten tercinta ini,” tegasnya.
Puji menegaskan, jika Gubernur Banten Wahidin Halim sudah tidak mampu memimpin Provinsi Banten, sebaiknya segera mundur. Apalagi sampai mengajukan persoalan seperti kepada presiden.
“Bapa WH ini kok malah mau jadi Gubernur yang suka mengadu sih. Gak usahlah berniat mengadu ke Presiden dan Kapolri, pekerjaan beliau itu masih banyak yg lebih penting dan urgent. Persoalan ini kan dibuat sendiri, ya tinggal diselesaikan saja di internal Banten, gak usah dibawa-bawa ke Presiden segala,” katanya.
“Apa sudah tidak mampu memimpin Banten lagi? Ya kalo udah gak mampu ya mundur aja dari jabatan, gtu saja kok repot,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Puji juga menilai jika Gubernur Banten terkesan tidak memahami mekanisme dan kewenangan penetapan Upah. Sebab, sudah jelas diatur dalam UU 13/2003 yang sekarang juga muncul dalam UU 11/2020 jo PP 36/2021, bahwa Gubernur mempunyai kewenangan penuh dalam penetapan upah minimum.
“Aturan itu lebih tinggi dari formula PP 36/2021, dan pula naskah akademik formula di PP itu gak ada juga kan,” ungkapnya.[pojoksatu]