Tegang di Natuna, China dan RI Justru Teken MoU Proyek Industri Migas Rp 21,6 Triliun

Tegang di Natuna, China dan RI Justru Teken MoU Proyek Industri Migas Rp 21,6 Triliun

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Saat ketegangan terjadi di Laut Natuna Utara terjadi antara Indonesia dan China terkait dengan pengeboran minyak lepas pantai, para pengusaha justru menandatangani MoU senilai 1,5 miliar dolar AS atau Rp 21,6 triliun.

Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara pengusaha Indonesia dan China terkait dengan mega proyek injeksi kimia dan teknologi digital untuk industri minyak dan gas di Indonesia.

Penandatanganan MoU tiga perusahaan besar swasta itu disaksikan Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun dan jajaran pimpinan Kedutaan Besar RI di Beijing, Kamis (2/11/2021).

"Jadi ini proyek 'B to B' (antarperusahaan swasta)," kata Dubes usai menyaksikan penandatanganan MoU di Wisma Duta KBRI Beijing tersebut.

Ketiga pengusaha yang menandatangani kesepakatan adalah Zein Wijaya selaku CEO PT Enerproco Global Indonesia, Qu Fei (CEO Guoxing Huijin Science and Technology Co Ltd), dan Zhou Yang (CEO Shenzhen Congbiqiushi Investment Management Co Ltd).

"Perusahaan China akan mentransfer teknologi dan investasi modal," kata Dubes.

Proyek injeksi kimia dan teknologi digital tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak di ladang minyak yang sudah berumur.

Dengan diberikan injeksi kimia, sumur-sumur minyak yang sudah tua seperti di Blok Rokan bisa direvitalisasi dan ditingkatkan kapasitas produksinya.

"Proyek ini tergolong investasi yang memberikan nilai tambah," kata Dubes Djauhari. 

China sebelumnya dikabarkan protes kepada Indonesia terkait dengan aktivitas pengeboran minyak dan gas di lepas pantai Laut Natuna Utara yang diklaim sebagai wilayah China di perairan Laut China Selatan.

Hal yang sama dilakukan China karena latihan tempur bertajuk "Garuda Shield" yang dilakukan TNI AD bersama militer Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2021 lalu.

Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan menyebut kalau protes diplomatik China disampaikan pada Kementerian Luar Negeri.

Pihak Beijing mendorong agenda nine-dash line atau garis putus-putus berbentuk huruf "U" di Laut China Selatan, yang diklaim China sebagai wilayah mereka.

Klaim tersebut telah diputus tak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag, Belanda, pada 2016.

"Surat itu sedikit mengancam," kata Farhan dikutip dari Reuters, Rabu (1/12/2021).

"Jawaban kami sangat tegas. Kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan melanjutkan. (indozone)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita