GELORA.CO -Media sosial belakangan ramai oleh viral terkait warung tengkleng di Solo Baru disebut menaikkan harga tak wajar alias 'ngepruk' harga. Pemilik warung mencurahkan isi hatinya, kini dagangannya sepi pembeli.
"Iya sepi, Mas, belum ada pembelinya. Kalau kemarin ada. Sudah sepi beberapa hari ini," ujar pemilik warung, Bu Harsi, kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).
Warung yang berada di kawasan trotoar di Grogol, Sukoharjo, itu tampak sepi hari ini. Harsi, yang tidak mengenyam pendidikan, tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk membuat warungnya kembali seperti sebelumnya. Dia tahu sejak warung tengkleng miliknya ramai dibahas di medsos, jumlah pengunjungnya menurun drastis.
"Biasanya mampir, tapi kemarin pada melirik saja tapi tidak mampir. Iya, sejak ramai itu saya dibicarakan jelek," tuturnya.
Harsi mengatakan soal harga sebenarnya memang sudah sesuai dengan permintaan pembeli. Dirinya tidak pernah berniat ngepruk atau menjual mahal.
"Kalau porsinya kecil ya Rp 15 ribu, besar Rp 30 ribu. Tapi kadang pembeli mintanya komplit, pakai lidah, telinga, iga, dan otak, ya itu harganya Rp 50 ribu," urainya.
Bahkan, lanjutnya, kadang ada pembeli yang nambah nasi tidak dihitungnya. Tapi hal itu juga tidak dipermasalahkannya.
Berjualan tengkleng sudah dilakoni Harsi sejak puluhan tahun silam. Awalnya, Harsi berjualan di Jalan Ir Soekarno. Tetapi, karena adanya penataan kawasan, dirinya harus pindah ke beberapa lokasi hingga yang ditempatinya saat ini.
"Dulu jualan pertama ikut tetangga, di depan atrium, lalu ada penataan dan sekarang di sini," kenang Harsi.
Kondisi warungnya yang sepi membuat Harsi gelisah. Ia tidak mampu membendung air matanya. Sesekali ia usap air matanya yang menetes, suaranya menjadi bergetar.
Kembali dia menceritakan bahwa modal yang dibutuhkan untuk berjualan tidak sedikit. Jika dagangannya tidak laku, ia akan menanggung rugi, padahal dia hidup seorang diri.
"Saya mbecak dari rumah ke sini Rp 50 untuk pulang-pergi, ojek untuk ambil pesanan di pasar Rp 20 ribu. Untuk kulakan rata-rata Rp 360 ribu," paparnya.
Sepinya pembeli membuat Harsi terpaksa mengurangi pasokan olahannya. Dari biasanya sehari lima kepala dikurangi menjadi tiga kepala. Itu pun masih tetap tidak habis seperti biasanya.
"Kulakan saya sudah mahal, kepala kambing itu satunya Rp 150 ribu, kok ada yang mengatakan tengklengnya mahal. Karena bahannya sudah mahal," ucapnya.
Harsi pun berharap, kondisi warungnya bisa kembali ramai atau setidaknya ada langganan yang sudi mampir untuk mencicipi masakannya.(detik)