GELORA.CO - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan, turut mengomentari aksi Menteri Sosial Tri Rismaharini yang memaksa seorang anak yang menyandang tunarungu untuk berbicara di hadapan publik. Ia menilai tidak seharus Risma melakukan hal tersebut.
"Kita harus menghargai dan menghormati keterbatasan yang diberikan Tuhan kepada orang lain. Tidak semestinya, kita memaksakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, sesuai dengan kemampuan fisik secara normal," kata Ace saat dihubungi, Jumat (3/12/2021).
Menurutnya, Hari Disabilitas Internasional 2021 seharusnya dijadikan sebagai momen untuk menghormati dan menghargai kelompok disabilitas. Bahkan negara harus hadir memberikan pelayanan agar mereka tetap memiliki keberfungsian sosial seperti halnya manusia normal.
"Mereka berhak untuk hidup sebagaimana layaknya manusia yang normal dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, bukan dengan “dipaksa” untuk bisa layaknya manusia yang bicara dengan kemampuan normal," ungkapnya.
Ia menilai, tugas negara jelas, memastikan agar kelompok disabilitas ini dapat hidup sebagaimana warga negara biasa. Disfungsi fisik yang dialaminya harus mendapatkan pelayanan yang sama di mata negara. Bukan dipaksa supaya normal.
"Mereka juga pasti ingin bicara seperti halnya manusia yang bisa berkomunikasi secara normal. Namun keterbatasan untuk bicara tak bisa dipaksa," tuturnya.
"Saya tidak mau berkomentar labih jauh terkait peristiwa itu, kecuali hanya bisa berkata, ironis," sambungnya.
Aksi Risma
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini dikritik seorang pria Tunarungu karena dinilai memaksa seorang anak yang menyandang tunarungu untuk berbicara di hadapan publik.
Dalam video yang tayang di kanal Youtube Kemensos RI tampak Risma meminta seorang anak penyandang tunarungu untuk berbicara di acara Peringatan Hari Disabilitas Internasional.
Hal itu lantas dikritik oleh pria yang juga menyandang tunarungu. Pria tersebut bernama Stefanus, perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan tunarungu Indonesia (Gerkatin).
Pria tersebut tampak berbicara menggunakan bahasa isyarat yang kemudian diterjemahkan langsung oleh juru bicara bahasa isyarat.
"Ibu. mohon maaf, saya mau berbicara dengan ibu sebelumnya. Bahwasanya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar tapi tidak untuk kemudian dipaksa bicara. Tadi saya sangat kaget ketika ibu memberikan pernyataan. Mohon maaf, Bu, apa saya salah?" ucap Stefanus.
"Nggak, nggak," jawab Risma.
"Saya ingin menyampaikan bahwasanya bahasa isyarat itu penting bagi kami, bahasa isyarat itu adalah seperti mata bagi kami, mungkin seperti alat bantu dengar. Kalau alat bantu dengar itu bisa mendengarkan suara, tapi kalau suaranya tidak jelas itu tidak akan bisa terdengar juga," kata Stefanus.
Risma pun menjawab kritik dari Stefanus. Ia mengaku memaksa para penyandang tunarungu yang ada di lokasi itu untuk berbicara.
"Stefan, ibu tidak mengurangi bahasa isyarat, tapi kamu tahu Tuhan itu memberikan mulut, memberikan telinga, memberikan mata kepada kita. Yang ingin ibu ajarkan kepada kalian terutama anak-anak yang dia menggunakan alat bantu dengar sebetulnya tidak mesti dia bisa, sebetulnya tidak mesti bisu," ujar Risma.
"Jadi karena itu kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi," lanjut Risma.
Risma mengaku terinspirasi oleh sosok Angkie Yudistia yang merupakanvpenyandang disabilitas tunarungu dan saat ini menjadi Staf Khusus Presiden Joko Widodo. Risma menyebut Angkie giat berlatih berbicara hingga mencapai hasil yang memuaskan.
Video tersebut ramai diperbincangkan oleh warganet di Twitter. Mereka lantas menuliskan pendapat mereka terkait sikap Risma yang memaksa penyandang tunarungu untuk biccara.
"Bukan tidak menghargai pemberian Tuhan tapi kitalah yang harus belajar menghargai dan menyadari bahwa pemberian Tuhan untuk masing masing manusia itu berbeda dan punya tujuan, salah satunya agar kita tidak angkuh dan memukul rata semua orang tanpa melihat keterbatasannya," komentar salah seorang warganet.
"Nangis banget nontonnya," sahut warganet lain.
"Nggak semua difable itu nggak bisa ngobrol, tapi nggak semua difable juga bisa dipaksa untuk bisa ngobrol," tulis salah satu warganet.
"Makin kesini bu Risma makin arogan menurut gue... Ya ga tau juga sih apakah biar namanya tetap disebut oleh netizen atau emang udah wataknya seperti itu," ujar warganet lain.
"Nyuruh orang buat maksa ngomong, tapi telinganya nggak dipakai buat dengerin kritik orang," komentar salah satu warganet.[suara]