GELORA.CO -Partisipasi perempuan dalam politik itu sangat penting, karena bisa mengawal dalam berbagai aspek. Tidak hanya sebagai filter tetapi juga smart voters yang mampu mengawal sebuah kebijakan pemerintah baik secara nasional, tingkat kabupaten maupun kota.
Begitu yang disampaikan Prof. Siti Zuhro dalam acara diskusi Seknas PMP bertemakan Kepemimpina Perempuan dalam Perspektif Kebangsaan, Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Rabu (22/12).
Menurutnya, perempuan harus memiliki peran dalam ranah legislatif, yudikatif bahkan eksekutif. Pasalnya, perempuan memiliki kesempurnaan sikap dalam menentukan arah kebijakan, salah satunya sikap empati dan juga memiliki kemampuan multitasking yang tidak dimiliki kaum lelaki.
“Nah ini yang kita perlukan. Apakah kebijakan berpihak pada kita kita? Nah itu yang mengapa kaum perempuan harus terjun politik juga baik itu jadi calon legislatif maupun di yudikatif jadi keikutsertaan perempuan tidak anti di politik parlemen tapi juga di eksekutif,” ucap Siti Zuhro.
Pengamat politik dari LIPI ini mengatakan selama kurang lebih 60 tahun sejak tahun 1955 hingga saat ini, jumlah perempuan tidak cukup banyak baik di kancah parlemen, maupun ekskutif dan yudikatif. Pihaknya meminta partai politik yakni PDI Perjuangan untuk mampu melamar perempuan- perempuan hebat untuk menjadi tokoh bangsa.
“Kita mintakan PDI Perjuangan selektif untuk mempromosikan kader perempuan, jadi harus pro-aktif memintakan. Pakai talent pool atau pakai head hunters, jadi jangan perempuan yang hebat itu yang lamar tapi dilamar gitu lho. Jadi orang-orang itu dilamar dari mungkin organisasi perempuan di kampus jadi diambilin gitu jadi Indonesia ini harus punya keberpihakan, parpol punya keberpihakan untuk merekrut perempuan dengan cara menjemput,” ucapnya.
"Jadi kalau menjemput mereka itu akan memahami sebagai kader yang utuh nanti. Ketika parpol berpihak pada perempuan, saya ikut mendukung saya senang,” imbuhnya.
Dia menambahkan masalah politik dan demokrasi di Indonesia saat ini bagi kaum perempuan adalah akses untuk menuju sebagai legislatif, yudikatif dan eksekutif itu sendiri. Sehingga, perempuan-perempuan yang memiliki talenta untuk membangun bangsa tidak memiliki akses untuk dapat mengembangkan dirinya untuk memperbaiki arah pembangunan bangsa.
"Yang tercatat di sini adalah masalah aksesnya juga posisi di eksekutif dan kendalanya. Aksesnya itu konsep politik seharusnya tidak dipandang dengan hal yang netral baik itu demorkasi maupun kewarganegaraan tetapi juga karena kenyataannya tidak adanya sejumlah ketentuan yang mempersulit petempuan mendapatkan akses yang sama dengan lelaki,” tutupnya.(RMOL)