Oleh: Yusuf Blegur
KALAU saja tendangan pinalti pemain singapura tidak ditepis kiper saat injury time waktu normal. Kemudian pertandingan berakhir dengan skor 3-2 buat kemenangan Singapura meski hanya bermain 9 orang. Maka yang terjadi, sepak bola Indonesia akan menjadi perbincangan seantero dunia.
Di mana tidak ada timnas yang paling buruk di dunia selain Indonesia. Boleh jadi itu menjadi sejarah paling mengerikan bukan saja buat Indonesia. Melainkan juga bagi sepak bola dunia. Efek dominonya, bukan mustahil sepak bola Indonesia bisa bubar.
Tapi Allah Subhannahu Wa Ta'Ala berkehendak lain. Dengan membiarkan drama yang menguras emosi, martabat dan harga diri bangsa. Sang Ilahi masih sayang dan menyelamatkan muka sepak bola dan bangsa Indonesia dari rasa malu dan kecerobohan paling konyol. Meski hanya sekedar pertandingan olah raga internasional.
Kepercayaan diri, motivasi dan nasionalisme yang tinggi lewat sepak bola mungkin tak mampu lagi bisa membesarkan negara dan bangsa. Ditambah perhatian, kepedulian dan kesejahteraan para atlit oleh pengurus asosiasi olah raga dan pemerintah yang begitu memprihatinkan.
Seperti yang pernah dialami atlit bulutangkis nasional baru- baru ini dan masih banyak olah ragawan dan pensiunannya yang berprestasi namun tak mendapat penghargaan dan apresiasi yang layak dari negara.
Ini bukan sekadar keberuntungan bagi timnas dan apes bagi kesebelasan Singapura. Ini juga bukan kebetulan. Lewat dzikir sang kapten timnas jelang pertandingan dimulai (seperti yang terekam video yang beredar di media sosial). Bisa jadi ada rasa kasih sayang dan berkah Ilahi yang masih menyelimuti timnas Garuda.
Setelah diaduk-aduk perasaannya penonton seantero republik mungkin juga dunia. Pemirsa televisi siaran langsung dan live streaming dari android yang membuncah rasa gemes dan greget. Bercampur menjadi satu ekspresi penuh harapan dan pesimis.
Bahkan hampir frustasi yang diselingi kekecewaan dan umpatan. Terutama saat pertandingan masih berlangsung, pemain timnas Indonesia yang unggul dua pemain sempat tertinggal 1-2 dari timnas Singapura hingga menit-menit akhir pertandingan.
Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa masih menghendaki timnas Indonesia tampil di final. Tak ada yang tahu seperti apa takdir Allah pada perhelatan AFC di penghujung tahun 2021 ini.
Tapi setidaknya, saat dunia ikut menyaksikan pertandingan yang dramatis dan menguras emosi kebangsaan itu. Menegaskan segala sesuatu yang akan terjadi tak selalu harus mengikuti kata hati dan logika.
Menggapai Spiritualitas
Ada kekuasaan dan kekuatan yang tak terlihat oleh kasat mata. Hanya bisa dirasakan dengan keimanan. Tak dapat dirancang dan direncanakan. Tidak bisa juga direkasaya dan dipengaruhi. Sebaik dan sehebat apapun bekal serta kesiapan pelbagai hal dalam menghadapi sesuatu, Tak selalu berjalan sesuai dengan harapan dan keinginan manusia semata.
Dari sepak bola kita bisa belajar makna kehidupan yang lebih luas. Tentang kemampuan dan ketidakberdayaan. Tentang kekuatan dan kelemahan. Juga tentang kelebihan dan kekurangan. Kenapa negara dan bangsa Indonesia yang kaya sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Telah lama tidak mewujud negara yang besar dan adidaya.
Kenapa itu bisa terjadi berpuluh-puluh tahun, bahkan ratusan tahun sebelum mewujud Indonesia. Hingga sekarang, kehebatan dan potensi luar biasa pada Indonesia telah menjadi anomali. Negara dan bangsanya terpuruk, rakyatnya juga kekinian menjadi kerdil.
Tanpa nasionalisme, tanpa Panca Sila, tanpa agama secara esensi dan substansi. Indonesia memang miris dan ironi. Realitas serba kontradiksi dan distorsi. Sementara nilai- nilai menjadi ilusi dan uthopi. Seperti menyimak timnas Indonesia melawan timnas Singapura. Semua yang terjadi saat berlangsungnya pertandingan tersebut, sesungguhnya tidak ideal dan jauh dari kelayakan meskipun terseok-seok memenangkan permainan.
Sama seperti timnas sepak bola. Negara dan bangsa Indonesia boleh jadi memiliki semua yang tidak ada pada negara dan bangsa lain. Semua yang sejatinya membuat menjadi lebih baik dan beradab. Tapi ada satu yang justru menjadi penting dan utama yang tak dimiliki Indonesia. Hanya satu yang radijal dan fundamental. Berupa keberkahan dari Allah Azza Wa Jalla.
Alih-alih mengharumkan nama bangsa dan negara. Mengukir prestasi prestisius yang menjadi kebanggaan, kehormatan dan harga diri rakyat Indonesia. Semoga miskinnya prestasi sepak bola timnas di tingkat dunia dan beragamnya kebobrokan pengurus PSSI di dalamnya. Tidak menjadi representasi dan miniatur negara yang tak jauh beda buruknya. Tidak 11-12. rmol.id
*(Penulis adalah pegiat sosial dan aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari)