OLEH: FIRLI BAHURI*
HARI ini, Minggu 19 Desember 2021, kita, segenap bangsa dan rakyat Indonesia kembali memperingati Hari Bela Negara, yang sepatutnya bukan hanya dirayakan sebagai ceremony tahunan belaka, apalagi hanya sekedar untuk diingat atau dikenang sebagai catatan sejarah perjuangan bangsa.
Hari bersejarah yang sarat makna akan nilai-nilai perjuangan, pengorbanan serta keikhlasan luar biasa segenap bangsa dan rakyat Indonesia dimasa perang mempertahankan kemerdekaan, seyogianya kita jadikan sebagai momentum untuk mengentalkan rasa cinta terhadap nusa bangsa dan tanah air tercinta.
'Semangat Bela Negaraku Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh' yang diusung sebagai tema besar dalam peringatan Hari Bela Negara tahun ini sangat tepat, mengingat semangat bela negara memang sangat dibutuhkan untuk terus digelorakan dalam diri segenap bangsa di republik ini, di tengah situasi dan kondisi sosial yang rentan terfragmentasi.
Secara umum, bela negara adalah sikap, tekad, perilaku warga negara yang menunjukkan kecintaannya kepada tanah air dengan turut aktif mengambil peran dalam segenap upaya melindungi dan mempertahankan keutuhan negara, demi terwujudnya cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara.
Tidak perlu mengangkat senjata atau menghunuskan bambu runcing seperti pejuang dimasa perang kemerdekaan, untuk menunjukan eksistensi bela negara di zaman ini.
Cukup menjadi pribadi sederhana yang senantiasa menerapkan nilai-nilai kejujuran, moral, etika, agama dan budaya ANTIKORUPSI dalam kehidupan sehari-hari, adalah cara simple untuk memenuhi seluruh kriteria bela negara di masa kini.
Korupsi dan perilaku koruptif jelas menjadi ancaman utama bangsa dan negara mengingat dampak destruktifnya, bukan sekedar merugikan keuangan atau perekonomian semata.
Kejahatan kemanusiaan (corruption is a crime againts humanity) ini dapat mengakibatkan gagal terwujudnya tujuan bernegara suatu bangsa, karena korupsi dan perilaku koruptif dapat merusak hingga meluluhlantakkan setiap sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Saya dan tentunya kita semua sepakat dengan pandangan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo perihal pemberantasan korupsi yang tidak boleh terus-terusan identik dengan penangkapan, pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah korupsi, yang tegas beliau sampaikan pada peringatan HARKORDIA 2021 di Gedung KPK beberapa waktu lalu.
Memang benar, akar masalah korupsi adalah upaya pencegahan korupsi sangat fundamental daripada penindakan hukum, dimana pencegahan berbanding lurus dengan perlindungan kepentingan publik.
Sungguh benar ucapan presiden bahwasanya pencegahan merupakan langkah yang lebih fundamental untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan korupsi agar kepentingan rakyat dapat terselamatkan.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, KPK senantiasa terus berbenah, membuat banyak terobosan baru untuk menyempurnakan setiap metode penanganan korupsi agar jauh dari kata heboh apalagi dapat menimbulkan kegaduhan, dengan cara-cara lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar dan lebih komprehensif, yang dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat, bangsa dan negara.
Pendekatan asset recovery, penerimaan negara bukan pajak serta memitigasi perilaku korupsi adalah hal utama lainnya yang juga kami lakukan untuk menangani korupsi di negeri ini.
Sinergitas antar lembaga penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Agung, terus kami jalani terutama dalam menerapkan pendakwaan pencucian uang lewat Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), dan membuka luas kerjasama dengan negara lain dalam pengejaran aset koruptor.
Selain itu, dukungan masyarakat terhadap segenap upaya pemberantasan korupsi terus kami manfaatkan untuk menanamkan budaya ANTIKORUPSI sejak dini yang menjadi bagian penting dari pemberantasan korupsi agar terbangun dan terbentuk mental ANTIKORUPSI dalam setiap individu di republik ini.
Saat ini KPK tengah fokus dengan konsep trisula. Trisula pertama adalah pendidikan dalam upaya membangun dan menanamkan nilai, karakter, budaya dan peradaban manusia Indonesia yang ANTIKORUPSI.
Trisula kedua adalah mengedepankan upaya pencegahan dan monitoring diaman KPK akan fokus bekerja di hulu, melakukan penelaahan dan kajian regulasi yang membuka celah korupsi. Hal ini sesuai amanat UU KPK bahwa lembaga antirasuah masuk ke seluruh instansi demi membentuk regulasi yang ANTIKORUPSI.
Trisula terakhir adalah penindakan yang tidak sekadar hukuman badan, tetapi hingga perampasan aset hasil korupsi demi pemulihan kerugian negara.
Insya Allah dengan Trisula KPK, masyarakat dapat melihat korupsi adalah jalan sesat, perbuatan maksiat yang hanya menyuguhkan kenikmatan sesaat dimana dosanya harus ditanggung dunia akhirat.
Butuh kerelaan luar biasa agar memandang korupsi sebagai aib nan cela, bukan budaya apalagi kultur warisan leluhur bangsa.
Ingat, menangkap koruptor adalah tugas KPK dan aparatur penegak hukum lainnya, namun mencegah terjadinya korupsi adalah wujud nyata bela negara yang dapat kita lakukan sebagai bentuk rasa cinta terhadap nusa bangsa dan tanah air Indonesia.
Dengan menyematkan selalu semangat ANTIKORUPSI dalam satu gerakan orkestrasi Pemberantasan satu padu membangun budaya Antikorupsi. Mari terus gelorakan semangat bela negara agar kita senantiasa tangguh menjaga, merawat serta mewujudkan cita-cita tujuan bernegara yang tak lain meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran segenap rakyat Indonesia dalam kehidupan cerdas berbangsa dan bernegara, dari Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Pulau Rote.
*) Penulis adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI