Saat Jokowi Tak Baca Bahan Sambutan Demi Jawab Anwar Abbas soal Kesenjangan

Saat Jokowi Tak Baca Bahan Sambutan Demi Jawab Anwar Abbas soal Kesenjangan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Ada hal berbeda saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sambutan dalam acara pembukaan Kongres Ekonomi Umat Islam II MUI. 

Jokowi sengaja tak membaca bahan sambutan yang sudah disiapkan untuk menjawab secara langsung kritikan dari Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas.

Dalam acara diketahui Anwar Abbas memberikan kata sambutan terlebih dulu dibandingkan Jokowi. Pada kesempatan itu, Anwar Abbas menyinggung soal kesenjangan ekonomi dan sosial yang dinilai semakin terjal.

Selain itu dia juga menyebut masih banyak warga yang belum sejahtera. Sedangkan warga yang berhasil disejakterakan disebut berada di kelompok usaha besar, menengah dan kecil.


"Saya rasa pemerintah kita sudah berhasil mensejahterakan rakyatnya, tapi rakyat yang sudah bisa tersejahterakan dan disejahterakan oleh pemerintah tersebut kebanyakan mereka-mereka yang kalau kita kaitkan dengan dunia usaha, itu mereka-mereka yang ada di kelompok usaha besar, dan menengah serta usah kecil," kata Anwar saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Kongres Ekonomi Umat Islam Ke-II seperti disiarkan akun YouTube MUI, Jumat (10/12/2021).

"Sementara mereka-mereka yang berada di level usaha mikro dan ultra mikro, itu tampak oleh kita belum begitu terjamah, terutama oleh dunia perbankan. Sehingga akibatnya kesenjangan sosial dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat kita tampak semakin terjal," sambung Anwar.

Anwar kemudian menyampaikan data mengenai indeks gini economics. Dia menyoroti soal indeks gini yang mengalami penurunan.

"Itu bisa kita lihat dalam indeks gini ekonomi kita yang berada pada angka 0,39. Kalau saya tidak salah sebelum Pak Jokowi 0,41 ya, tetapi begitu kepemimpinan negeri ini diambil oleh Pak Jokowi turun menjadi 0,39," kata Anwar.

Anwar juga menyinggung soal ketimpangan di bidang pertahanan. Dia menyebut hal ini sebagai sesuatu yang memprihatinkan.

"Cuma dalam bidang pertanahan, indeks gini kita sangat memprihatinkan itu 0,59, artinya 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini," ujar Anwar.

Lebih lanjut, Anwar juga memaparkan mengenai data kelompok usaha di Indonesia. Menurut dia, masih banyak warga yang belum diperhatikan.

"Padahal seperti kita ketahui bersama, jumlah usaha besar cuma besarnya hanya 0,01 persen dengan jumlah pelaku usaha 5.550 dengan total aset di atas 10 miliar. Usaha menengah besarnya adalah 0,09 persen, dengan jumlah pelaku usaha 60.702. Dengan total aset lebih dari 50 juta rupiah dan usaha kecil besarnya 1,22 persen dengan jumlah pelaku 783.132 dan total aset di atas Rp 50 juta. Jadi, dari data ini kita ketahui total mereka-mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan itu ada di sekitar angka 1,32 persen atau lebih kurang kalau dari jumlah pelaku yaitu 849.334 pelaku usaha," ujar Anwar.

"Sementara jumlah usaha mikro dan ultra mikro besarnya adalah 98,68 persen dengan jumlah pelaku usaha, yaitu sekitar 63,3 juta pelaku. Di mana total asetnya sama dan atau di bawah 50 juta rupiah, dan itu boleh dikatakan tidak dan atau belum terurus oleh kita secara bersama-sama dengan baik, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh kita," sambung Anwar.

Anwar lantas menggambarkan struktur dunia usaha di Indonesia itu seperti piramida. Namun, kata dia, sebenarnya struktur tersebut lebih mirip dengan kubah Masjid Istiqlal.

"Kalau kita coba membuat gambar dari struktur dunia usaha yang ada saat ini di negeri kita, maka dia akan terlihat seperti piramid, tapi malah saya coba-coba gitu seperti kubah Masjid Istiqlal. Jadi kubahnya besar lalu ada di tengah-tengah tiang, ya itulah dia usaha besar di situ, usaha menengah di situ, usaha kecil di situ. Sementara yang kubah yang besar itu usaha mikro dan usaha ultra mikro," imbuh Anwar.

Anwar mengatakan kesenjangan ini akan berbahaya jika terus berlangsung. Setidaknya ada dua dampak negatif yang dihasilkan dari kesenjangan itu, yaitu secara sosial dan ekonomi.

"Bila hal ini terus berlangsung, maka tentu dia akan menciptakan sesuatu yang tidak baik. Karena dia akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dari tahun ke tahun akan semakin tajam dan tajam. Dan hal itu tentu jelas tidak baik dan akan sangat berbahaya karena dia sangat potensial akan mengganggu stabilitas dan rasa persatuan dan kesatuan di antara kita sebagai warga bangsa. Di samping itu, dari perspektif ekonomi tentu saja daya beli masyarakat kita secara agregat tidak akan bisa naik secara signifikan," ujar Anwar.

Diingatkan Jokowi Tak Ngomong Keras-keras
Selain itu Anwar Abbas juga mengatakan bahwa dirinya diingatkan Jokowi jangan berbicara terlalu keras. Namun Anwar Abbas meyakini bahwa Jokowi adalah orang yang kebal terhadap kritik.

"Tadi saya diingatkan Pak Jokowi, 'Pak Anwar Abbas, ngomong-nya jangan keras-keras, Pak'. Apalagi tadi ketika bertemu dengan Menteri Agama, ya berapa teman langsung mengambil momen gitu kan. Saya rasa Pak Presiden sama Pak Menteri Agama adalah orang yang sudah kebal ya, bagi beliau kritik itu...," kata Anwar Abbas.

Anwar Abbas menyebut bahwa dirinya masih menyimpan foto makan bersama dengan Jokowi. Foto itu katanya diambil saat Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Dan saya tadi malam, Pak Presiden, ketemu foto kita berdua makan siang soto di kantor PP Muhammadiyah. Waktu itu Pak Presiden masih jabatan Gubernur DKI Jakarta, dan itu masih saya simpan," kata dia.

Jokowi Jawab Kritikan Anwar Abbas
Usai Anwar Abbas, giliran Jokowi yang memberikan sambutan. Jokowi sengaja tak membaca bahan sambutan yang sudah disiapkan dan memilih menjawab kritik dari Anwar Abbas.

"Tadi saya disiapkan bahan sambutan seperti ini banyaknya. Tapi setelah saya mendengar tadi Dr Buya Anwar Abbas menyampaikan, saya nggak jadi juga pegang ini. Saya akan jawab apa yang sudah disampaikan oleh Dr Buya Anwar Abbas. Akan lebih baik menurut saya di dalam forum yang sangat baik ini," kata Jokowi.

Jokowi awalnya menjawab mengenai masalah pertanahan. Dia berbicara mengenai reforma agraria.

"Yang pertama yang berkaitan dengan lahan, dengan tanah. Penguasaan lahan, penguasaan tanah. Apa yang disampaikan oleh Buya betul. Tapi bukan saya yang membagi. Ya harus saya jawab. Harus saya jawab. Dan kita sekarang ini dalam proses mendistribusi reforma agraria yang target kita sudah mencapai 4,3 juta hektare dari target 12 juta dari yang ingin kita bagi," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan saat ini Indonesia sudah memiliki bank tanah. Jokowi akan melihat semua HGU (hak guna usaha) dan HGB (hak guna bangunan) yang ditelantarkan.

"Dan saat ini kita sudah memiliki bank tanah. Akan kita lihat HGU, HGB yang ditelantarkan semuanya. Mungkin insyaallah bulan ini sudah saya mulai atau mungkin bulan depan akan saya mulai untuk saya cabut satu per satu. Yang ditelantarkan. Karena banyak sekali. Konsesinya diberikan, sudah lebih 20 tahun, lebih 30 tahun tapi tidak diapa-apakan. Sehingga kita tidak bisa memberikan ke yang lain-lain," ujar Jokowi.

Jokowi juga menyampaikan mengenai tawarannya kepada MUI terkait lahan. Namun Jokowi mengingatkan soal tujuan penggunaan lahan itu harus jelas.

"Tetapi kalau Bapak-Ibu semuanya, saya pernah menawarkan ini waktu pertemuan di Persis di Bandung karena ada juga yang menanyakan masalah itu saya jawab sama. Kalau Bapak-Ibu sekalian ada yang memerlukan lahan dengan jumlah yang sangat besar, silakan sampaikan kepada saya, akan saya carikan, akan saya siapkan. Berapa? 10 ribu hektare? Bukan meter persegi, hektare. 50 ribu hektare?" ujar Jokowi.

"Tapi dengan sebuah hitung-hitungan proposal juga yang feasible. Artinya ada feasibility study yang jelas. Akan digunakan apa barang itu, lahan itu. Akan saya berikan. Saya akan berusaha untuk memberikan itu, insyaallah. Karena saya punya bahan banyak, stok. Tapi nggak saya buka ke mana-mana. Kalau Bapak-Ibu sekalian ada yang memiliki, silakan datang ke saya, diantar oleh Buya Anwar Abbas," sambung Jokowi.(detik)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita