GELORA.CO - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyatakan tidak memaksa seorang anak tunarungu berbicara dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 kemarin. Risma mengaku hanya ingin seorang penyandang tunarungu dalam kondisi tertentu bisa berdaya.
“Saya enggak maksa [dia bicara-red], untuk apa saya maksa? Itu pilihan. Tapi saya ingin dia di kondisi tertentu bisa menyelamatkan dirinya. Tidak ada niat apapun dari saya, sedih saya terus terang,” kata Risma di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (2/12/2021.
Selanjutnya, Risma mengaku ingin seluruh pegawai Kementerian Sosial belajar bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi baik dengan para tunarungu. Ia percaya setiap penderita tunarungu bisa berbicara seperti biasa.
“Ternyata tidak mesti yang tunarungu itu tunawicara,” jelas Risma.
Kemudian Risma memberi contoh, seperti Staf Khusus Presiden Jokowi, Angkie Yudistia yang sebelumnya tidak bisa berbicara dan harus menggunakan bahasa isyarat. Namun, setelah berlatih lama, akhirnya Angkie bisa berbicara dengan jelas.
“Saya ketemu lagi dengan Mbak Angkie, saya pikir mbak kok bagus ngomongnya, ternyata dia melatih diri terus [sampai berhasil-red],” ungkapnya.
Hingga saat ini, Staf Khusus Presiden Jokowi, Angkie Yudistia belum memberikan tanggapan terkait sikap Risma terhadap seorang tunarungu dan pernyataan mantan wali kota Surabaya itu yang mencontohkan dirinya yang kini bisa berbicara dengan lancar.
Diketahui sebelumnya bahwa Risma memaksa seorang tunarungu berbicara dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021 kemarin. Dalam acara tersebut, Risma meminta difabel tersebut berbicara.
“Kamu bicara, kamu bicara, bisa kamu bicara. Kamu bisa bicara,” kata Risma yang menodongkan mic ke arah anak tunarungu di hadapan peserta HDI.
Atas Sikap Risma tersebut, ia mendapat kritik dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin). Mereka mengaku tersinggung dengan tindakan Risma. Menurut Gerkatin, Risma mestinya bisa menghormati penyandang disabilitas rungu yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
“Saya mau bicara dengan ibu sebelumnya, bahwasannya anak tuli itu memang harus menggunakan alat bantu dengar, tapi tidak untuk dipaksa berbicara,” kata Stefanus melalui juru bicara bahasa isyarat di Kemensos, Jakarta Pusat, Rabu (1/12/2021).[suara]