GELORA.CO - Pengamat politik Refly Harun mengungkap kekhawatiran bahwa Pilpres 2024 nanti diikuti dua atau tiga pasangan capres cawapres saja dari afiliasi partai koalisi Istana Presiden.
Kekhawatiran itu disampaikan pengamat politik Refly Harun dalam acara diskusi Total Politik bertemakan Haruskah Presiden Indonesia Orang Jawa?, Jakarta Pusat, Minggu (19/12).
Presidential threshold atau ambang batas presiden sebesar 20 persen dinilai akan menghambat rakyat Indonesia mencari pemimpin terbaik di tahun 2024 mendatang.
Refly Harun mengaku khawatir jika partai-partai yang terafiliasi koalisi Istana Negara atau koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin yang jumlahnya 82 persen tersebut, bersepakat mengusung dua calon sebagai syarat minimal Pilpres 2024 nanti.
Ia mengatakan, perlu ada upaya politik untuk membelah 82 persen partai koalisi tersebut untuk membentuk pasangan calon presiden.
“Satu pasangan Prabowo-Puan satu Airlangga-Muhaimin Iskandar misalnya begitu,” katanya.
“Atau mereka belah tiga, satu Prabowo-Puan, dua koalisi PKB-PPP dan PAN kemudian sisanya Golkar dan Nasdem tetap tiga calon tapi distribusinya adalah koalisi Istana saat ini,” jelasnya.
“Kalau itu yang terjadi kita tidak akan punya genuine presidential election,” ucapnya.
Dia mengatakan, saat ini seharusnya yang menjadi penting diperbincangkan adalah presidential threshold 0 persen.
Ia menjelaskan, dirinya memperjuangkan ditiadakannya ambang batas untuk mendapatkan pemimpin terbaik.
“Kalau kita serius lebih berdarah-darah lho nanti uang yang kita gelontorkan akan lebih banyak tapi kalau tidak serius boleh, tapi kita tinggal bagi-bagi saja tapi presidennya saya,” tutupnya.
Refly Harun juga mengatakan, Indonesia bisa mencari sosok pemimpinnya ke depan dari luar Pulau Jawa.
Keyakinan Refly Harun itu didasari bahwa ke depan akan ada perubahan cara berpikir masyarakat Indonesia.
Meski demikian, perubahan cara pandang masyarakat soal pemimpin Indonesia dari luar Jawa tetap akan terhambat jika pemerintah masih bersikukuh terhadap aturan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen.
“Persoalannya kita ini PT (presidential threshold) presentase 20 persennya. Itu yang bermasalah karena kita tidak bisa mencari calon presiden terbaik akhirnya,” ucap Refly. [pojoksatu]