Pidato Giring Ganesha Terus Disorot, Rekan Indonesia: Mirip Orator Unjuk Rasa

Pidato Giring Ganesha Terus Disorot, Rekan Indonesia: Mirip Orator Unjuk Rasa

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Giring Ganesha kembali menuai sorotan setelah sambutannya pada acara puncak Hari Ulang Tahun (HUT) ke-7 partainya dianggap tidak etis dan subyektif lantaran menyerang personal.

"Kemajuan akan terancam jika kelak yang menggantikan Pak Jokowi adalah sosok yang punya rekam jejak menggunakan isu SARA dan menghalalkan segala cara untuk menang dalam Pilkada," kata Giring, dalam sambutannya yang digelar secara virtual, Rabu (22/12/2021).


Giring menyebut Indonesia akan menjadi suram jika dipimpin oleh seorang pembohong. Dia memberikan kode orang yang dimaksud itu, yakni seseorang yang digantikan dalam kabinet Jokowi.

"Indonesia akan suram jika yang terpilih kelak adalah seorang pembohong dan juga pernah dipecat oleh Pak Jokowi karena tidak becus bekerja," ujar Giring.

Sambutan Giring tersebut oleh ketua nasional Rekan Indonesia, Agung Nugroho dianggap lebih mirip orator unjuk rasa (unras) ketimbang sambutan ketua umum partai politik.

Menurut Agung, sambutan ketum PSI tersebut tidak memiliki isi dan wawasan.


“Mirip orator di unjuk rasa, yang cuma teriak-teriak menghujat, tanpa memiliki isi dan wawasan yang dapat direnungkan dan dipahami oleh anak muda," ujar Agung.

Menurut Agung, seharusnya seorang ketum parpol itu dalam sambutannya berisi tentang sitausi politik nasional saat ini, apa yang harus dilakukan untuk menyikapi situasi politik nasional saat ini dan memberikan solusi dari mana bangsa ini memulai untuk menyikapi situasi politik nasional tersebut.

“Jauh dari ilmiah sambutan Giring, mungkin karena baru belajar berpolitik dan memimpin partai jadi masih belum bisa membedakan mana orasi dan mana sambutan” timpal Agung.

Agung menambahkan, sebagai seorang ketum parpol seharusnya Giring juga menguasai data sehingga dalam sambutannya meski melakukan kritik tapi kritik yang ilmiah dengan adanya paparan data.

Ini kan jadi seperti sekadar cari sensasi dengan melontarkan statement opini dan melempar persepsi," pungkasnya.(poskota)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita