GELORA.CO -Komisaris Utama (Komut) Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara objektif memang pantas dicopot dari jabatannya. Ini lantaran Ahok seringkali membuat kegaduhan di ruang publik.
Teranyar, komunikasi antara karyawan dan perusahaan terkait tuntutan karyawan sempat menjadi gaduh karena gaya komunikasi yang dikembangkan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Beruntung sejumlah informasi misleading yang disampaikan Ahok di ruang publik diluruskan oleh Komisaris Independen Iggi Haruman Achsien.
Di satu sisi, peran Ahok juga tidak hadir ketika Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) membatalkan aksi mogok kerja.
"Secara objektif Ahok layak dicopot," tegas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Jumat (31/12).
Namun begitu, dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini meyakini Ahok tidak akan digeser dari Komut Pertamina. Sebab, jabatan tersebut merupakan kompensasi politik yang diterima mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tapi tak akan bisa. Karena jabatan Ahok di Pertamina itu kan kompensasi politik," kata Ujang Komarudin.
Untuk itu, Ujang menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sepatutnya merespons rencana Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi yang akan melimpahkan dokumen terkait dugaan korupsi yang patut diduga dilakukan Ahok.
Jika Ahok tersandung kasus hukum, maka secara otomatis jabatannya bisa saja dicopot.
"Kita semua cinta kepada bangsa ini. Korupsi sangat menyengsaran rakyat. Jadi KPK mesti tindaklanjuti laporan Adhie Massardi atas dugaan korupsi Ahok. Jika dibiarkan dan didiamkan, maka rakyat akan menuding KPK berada dalam genggaman penguasa," pungkasnya. (RMOL)