GELORA.CO - Proses hukum Habib Bahar bin Smith terus bergulir dan menyedot perhatian para pengamat. Sosok Habib Bahar pun kemudian dibandingkan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang juga pernah dipenjara.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kasus baru Bahar bin Smith (BBS) atau Habib Bahar yang baru dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Polda Jabar.
Penyidik juga telah menyerahkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada Habib Bahar di kediamannya, Bogor pada Selasa (28/12).
Dalam analisisnya, Reza membandingkan perlakuan hukum terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan Habib Bahar yang sama-sama mantan narapidana.
"Ahok adalah mantan narapidana. Habib BBS juga pernah masuk penjara. Setelah masa hukumannya berakhir, Ahok diasumsikan 'bersih' sehingga dia diperlakukan sebagaimana warga negara lainnya yang tidak pernah berurusan dengan hukum," ucap Reza, dilansir dari Wartaekonomi.co.id.
Reza mengatakan jika ingin konsekuen dan non-diskriminatif dengan asumsi sedemikian rupa, maka Habib Bahar pun sudah sepatutnya diperlakukan secara sama dengan Ahok.
"Toh, masa pemidanaan Habib BBS juga sudah selesai," ucap pria yang pernah menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK/PTIK) itu.
Lebih lanjut, Reza mengajak publik maupun penegak hukum melihat kasus Habib Bahar secara lebih substantif, sekaligus lebih berempati. Dia menuturkan dari kacamata pidana, boleh jadi Habib Bahar termasuk dalam kategori individu berisiko.
Menurut pendapat Reza Indragiri, anggaplah tidak sedikit kalangan yang memandang Habib Bahar sebagai sosok idealis yang mengartikulasikan sikapnya dengan cara yang frontal bahkan keras.
Namun, katanya, andai kata dilakukan risk assessment, sikap Habib Bahar itu boleh jadi menjadikannya sebagai orang yang potensial berulang kali berhadapan dengan hukum.
Terhadap individu seperti itu, Reza berpendapat otoritas penegakan hukum bisa saja menerapkan langkah super-represif.
Akan tetapi, dalam situasi saat ini, langkah sedemikian rupa dikhawatirkan malah akan menambah ketegangan di tengah masyarakat.
"Opsi lain, kepolisian bisa mengambil prakarsa yang, katakanlah, lebih dari hati ke hati. Kerja dari hati ke hati dalam menyikapi Habib BBS memiliki dua pembenaran," ujar sarjana psikologi dari UGM Yogyakarta itu.[suara]