GELORA.CO - Pegadilan independen yang berbasis di Inggris memutuskan bahwa China telah melakukan genosida terhadap minoritas Uighur di Provinsi Xinjiang.
Putusan tersebut didasarkan pada sejumlah bukti dan temuan, termasuk kebijakan pengendalian kelahiran hingga sterilisasi paksa yang menargetkan menghancurkan sebagian populasi Uighur.
Ketua pengadilan, Geoffrey Nice mengatakan, tindakan-tindakan tersebut merupakan kebijakan yang terkait langsung dengan Presiden Xi Jinping dan pejabat tingkat tinggi lainnya.
Panel juga percaya bahwa Xi beserta petingi lainnya bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.
“Repres yang luas ini tidak akan ada jika sebuah rencana tidak disahkan di tingkat tertinggi,” kata Nice kepada panel pengadilan, yang terdiri dari pengacara, akademisi, dan pebisnis, seperti dikutip Associated Press.
Diperkirakan ada 1 juta orang atau lebih minoritas Muslim telah dikurung di kamp-kamp pendidikan ulang di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.
Audiensi di pengadilan Inggris adalah upaya terbaru untuk meminta pertanggungjawaban China atas kebijakannya yang menargetkan orang-orang Uyghur dan etnis Turki yang menjadi minoritas Muslim.
Sekitar 30 saksi dan ahli memberikan bukti pada audiensi publik di pusat kota London awal tahun ini, dengan tuduhan penyiksaan, aborsi paksa, pemerkosaan dan pemukulan oleh pihak berwenang saat berada di pusat-pusat penahanan negara.
Audiensi juga meninjau bukti yang merinci kebijakan lain termasuk pemisahan anak kecil dari keluarga mereka dan penghancuran masjid.
Membaca putusan pengadilan, Nice menemukan tidak ada bukti pembunuhan massal di Xinjiang, tetapi ia mengatakan ada upaya dugaan untuk mencegah kelahiran sama dengan niat genosida.
Menurut Nice, mereka yang ditahan sebagian besar dibebaskan setelah indoktrinasi ulang. Itu adalah bagian dari rencana pemerintah pusat yang dirancang untuk memecah setiap aspek budaya Uighur.
Panel juga mengatakan telah menemukan bukti kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual terhadap orang-orang Uighur.
Kendati begitu, panel tidak memiliki kekuatan untuk memberikan sanksi kepada China. Netapi penyelenggaranya berharap proses pengungkapan bukti secara terbuka akan membantu meningkatkan tekanan internasional untuk mengatasi dugaan pelanggaran. (rmol)