GELORA.CO - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terakhir melaporkan bahwa total kasus Covid-19 akibat penularan varian Omicron di Indonesia mencapai 68.
Dari angka itu, ada satu kasus Covid-19 varian Omicron transmisi lokal yang pertama kali terdeteksi di Jakarta.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas kasus Covid-19 varian Omicron berasal dari pelaku perjalanan luar negeri dari Turki dan Arab Saudi.
"Dari Turki itu kebanyakan wisatawan, tapi kalau dari negara Arab Saudi dan beberapa negara lainnya kebanyakan PMI," kata Nadia dalam diskusi secara virtual melalui kanal YouTube BNPB, Kamis (30/12/2021).
Nadia mengatakan, pemerintah tak mungkin menutup pintu masuk kedatangan untuk para WNI yang kembali dari luar negeri.
Meski demikian, kata dia, pemerintah sedang mengkaji rencana pelarangan warga negara asing (WNA) asal Turki dan Arab masuk ke Indonesia.
"Nah apakah WNA-nya perlu dilakukan pelarangan seperti 13 negara lainnya itu masih terus kita kaji," ujar dia.
Mayoritas sudah divaksinasi lengkap
Kasubdit Pelayanan Kegawatdaruratan Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Asral Hasan mengatakan, mayoritas pasien Covid-19 akibat penularan varian Omicron sudah divaksinasi lengkap.
Adapun rincian jenis vaksin yang digunakan para pasien di antaranya, 30 persen Pfizer, 33 persen Sinovac, 17 persen AstraZeneca, 7 persen Sinopharm, Johnson and Johnson 5 persen, Moderna 3 persen, dan lainnya 5 persen.
Baca juga: 21 Kasus Baru Varian Omicron, Kemenkes Sebut 9 Gejala Ringan, 12 OTG
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, ada 5 orang pasien yang belum divaksinasi lengkap dari total 68 pasien tersebut.
Selain itu, satu pasien baru disuntik dosis vaksin pertama.
"Hanya 6 orang yang belum divaksin, 5 orang itu belum sama sekali divaksin dan 1 orang sudah mendapatkan vaksinasi dosis satu," kata Nadia dalam diskusi secara virtual, Kamis (30/12/2021).
Usia pasien dan gejala
Kemenkes juga menyebutkan, mayoritas pasien terinfeksi varian Omicron ditemukan pada usia 40-49 tahun. Selain itu, hampir semua pasien yang tengah dirawat berjenis kelamin laki-laki.
Nadia mengatakan, 52 orang pasien Covid-19 dari varian Omicron tidak mengalami gejala dan pasien lainnya mengalami gejala ringan.
"Kalau kita lihat 52 itu tidak bergejala sama sekali, sisanya bergejala tapi sangat ringan," ujar dia.
Secara terpisah, Ketua Pokja Pinere Rumah Sakit Infeksi Paru (RSPI) Sulianti Saroso Pompini Agustina Sitompul mengatakan, adanya tanda hiperkoagulopati pada pasien Covid-19 dengan Omicron yang dirawat di RSPI.
Dilansir dari hellosehat.com, hiperkoagulopati atau hiperkoagulasi adalah kondisi ketika darah dalam tubuh seseorang cenderung lebih mudah mengalami proses penggumpalan atau pembekuan darah.
Ia mengatakan, tanda hiperkoagulopati tersebut terjadi pada pasien Covid-19 yang bahkan tak menunjukkan gejala.
"Ada beberapa kasus konfirm yang memiliki komorbid dan kami melihat juga memiliki tanda hiperkoagulopati meskipun pasien ini merasa tanpa gejala. Itu yang harus diwaspadai," ujar Pompini dalam webinar, Kamis.
Pompini menyampaikan dalam menanganinya, RSPI sudah melakukan isolasi terhadap pasien dengan kasus probable, kasus terkonfirmasi yang tanpa gejala serta gejala ringan, dan kasus yang sudah menjalankan vaksin dua dosis.
"Apakah hiperkoagulopati itu terus berdampak pada infeksi paru, ginjal ini yang kita harus waspadai," ucap dia.
Pompini memastikan, gejala kasus Covid-19 Omicron yang ada di RSPI tidak berbeda dengan kasus Covid-19 lainnya seperti mengalami anosmia, hidung tersumbat, pilek, dan batuk.
"Hanya memang pasien dengan komorbid yang menjadi perhatian, pasien tersebut tanpa gejala tapi kami memiliki standar pemeriksaan ditemukan kondisi hiperkoagulopati," kata dia.
Hasil sementara sero survei
Di samping itu, Kemenkes juga menyampaikan hasil sementara sero survei nasional. Menurut pihak Kemenkes, sero survei nasional menunjukkan bahwa kekebalan masyarakat terhadap Covid-19 cukup tinggi.
Nadia mengatakan, hal itu terlihat dari tingginya filter antibodi yang terbentuk di masyarakat.
Sero survei ini bertujuan mengetahui sejauh mana kekebalan komunitas atau herd immunity masyarakat terhadap Covid-19.
"Memang hasilnya belum keluar resmi, karena memang datanya belum selesai untuk dianalisis. Tapi dari data yang ada, terlihat bahwa filter antibodi yang terbentuk cukup tinggi di masyarakat," ujar Nadia.
Menurut Nadia, kekebalan masyarakat terbentuk lantaran ada kelompok masyarakat yang sempat terinfeksi varian Delta tetapi kemudian melakukan vaksinasi.
"Jadi apa yang disebut superimmunity itu yang terjadi," kata Nadia.
Meski demikian, ia meminta kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi penularan Covid-19. Sebab, beberapa provinsi mengalami peningkatan kasus dalam sepekan terakhir. [kompas]