GELORA.CO - Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui dirinya meminta penyandang tunarungu wicara dan autisme untuk berbicara. Risma beralasan ingin melatih mereka untuk lancar berbicara.
"Ibu ingin coba berapa kemampuan anak untuk memaksimalkan telinganya, mulutnya, tidak boleh menyerah, tidak ada kata menyerah, tidak boleh berhenti. Boleh belajar boleh tetap gunakan bahasa isyarat tapi ibu pingin melatih kalian semua untuk tidak menyerah," kata Risma dalam rangkaian peringatan hari disabilitas Internasional (HDI) 2021, Rabu (1/12/2021).
Awalnya Risma menunjukkan kepada penyandang tuna wicara dan autisme bernama Adi bahwa dirinya melukis pohon kehidupan yang disempurnakan oleh penyandang tunarungu lain bernama Anfield Wibowo. Namun tiba-tiba Risma meminta kepada Adi untuk menyampaikan pikirannya dengan berbicara langsung tanpa alat bantu.
"Kamu ingin kita tidak merusak bumi kan? Kamu sekarang ibu minta bicara ndak pakai alat, kamu bicara Adi. Kamu bicara," kata Risma seperti dikutip dari Youtube Kemensos RI, Kamis (2/12/2021).
Cukup lama Risma membujuk Adi untuk berbicara sambil menyorongkan mic ke depan mulut Adi yang bermasker. Adi yang bingung berusaha untuk menjauhkan mic dari mulutnya dengan tangan kirinya, tapi kemudian tangan Risma menurukan tangan Adi. "Adi kamu bisa bicara sayang," katanya.
Desakan itu kemudian membuat Adi menurut Risma. Ia mengucapkan sepatah dua patah kata yang tidak terdengar jelas. Risma lalu meminta seorang perempuan untuk menerjemahkan apa yang disampaikan Adi. Dengan inisiatifnya, Adi hendak mengambil alat tulis yang dibawa perempuan tersebut.
"Ndak, ndak pakai tulis sayang, kamu bicara," kata Risma.
Dengan mimik bingung, Adi kemudian mengucapkan kalimat yang dituntun oleh Risma. "Adi mau lestarikan alam," kata Adi dalam terbata-bata dan disambut tepok tangan hadirin. "Bisa lo Adi, bisa Adi kamu bicara," kata Risma.
Melihat hal itu, seorang perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), Stefanus naik ke panggung dan memprotes pernyataan mantan Wali Kota Surabaya ini.
"Saya mau bicara dengan ibu sebelumnya bahwasannya anak tuli itu harus memang menggunakan alat bantu dengar tapi tidak untuk dipaksa berbicara," kata Stefanus lewat penerjemah bahasa bicara isyarat.
Di atas panggung juga ia mengaku kaget ketika Mensos Risma memberikan peryataan terkait hal tersebut. Karena, menurutnya, bahasa isyarat sangat penting bagi para penyandang disabilitas rungu wicara untuk kehidupan sehari-hari.
"Saya ingin menyampaikan bahwasanya bahasa isyarat itu penting bagi kami. Soal mungkin seperti alat bantu dengar itu apa namanya bisa mendengarkan suara tapi kalau suara kita jelas itu gak akan bisa terdengar juga," katanya.
Stefanus pun menyampaikan bahwa penyandang disabilitas rungu wicara memiliki karakter yang bermacam-macam. Ada yang berbicara jelas, tuli sejak kecil, dengan kemampuan bahasa isyaratnya yang beragam.
"Jadi itu yang harus dihargai. Plus bahasa isyarat juga bisa memberikan pemahaman pada orang tuli, contohnya ada juru bahasa isyarat orang tuli bisa melihat juru bahasa isyarat dengan jelas, itu adalah akses juga untuk kami," katanya.
Usai mendengar hal itu, Mensos langsung mendekati Stefanus dan mengatakan bahwa hal tersebut tidak mengurangi bahasa isyarat. Namun Tuhan telah memberikan mulut, telinga, mata kepada seluruh manusia sehingga seyogyanya dapat digunakan dengan baik.
"Jadi karena itu kenapa ibu paksa kalian untuk bicara, ibu paksa memang, supaya bisa maksimal pemberian Tuhan kepada kita mulut, mata, telinga. Ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi," katanya.
Risma mengaku belajar dari Staf Khusus Presiden Jokowi Angkie Yudistia, yang juga merupakan penyandang tunarungu. Saat menjadi Wali Kota Surabaya, Risma pernah bertemu dengan Angkie. Waktu itu bicaranya belum jelas seperti sekarang. Karena dilatih terus, sekarang Angkie berbicara sangat jelas.
"Tapi karena dilatih terus oleh mbak Angkie sekarang bisa jelas. Mengerti ya stefan?" katanya. [sindo]