GELORA.CO - Satu lagi warga mengaku menjadi korban percaloan seleksi CPNS yang diduga dilakukan oleh oknum jaksa di Kejati NTB berinisial EP.
Korban berinisial NI alias NA asal Lombok Tengah ini mengaku ikut seleksi CPNS Kejaksaan RI melalui lokasi seleksi NTB di Kota Mataram pada November 2021 lalu.
NI yang juga lulusan sarjana ini mendaftar untuk mengikuti seleksi formasi pengawal tahanan.
Perempuan ini diminta menyerahkan sejumlah uang.
"Awalnya diminta 100 juta, tapi dia sanggupnya cuma Rp 75 juta," kata JT, kakek korban saat memberi keterangan di Kantor Kejati NTB, Rabu (29/12/2021).
Uang ini diyakinkan EP untuk digunakan sebagai sogokan.
"Dia mengakunya punya orang dalam di BKN," sambung JT.
Di bulan November 2021, NI mengajak ayahnya, SY menemui EP di rumah JT.
Di rumah JT, yang juga kakeknya ini lah, SY menyerahkan Rp 75 juta kepada oknum jaksa EP.
NI kemudian mengikuti rangkaian seleksi.
Mulai dari pendaftaran sampai tes tahap awal.
NI gugur di tahap seleksi kompetensi dasar (SKD).
"Itu kan hasilnya bisa dilihat langsung. Namanya tidak ada muncul," kata JT.
JT lalu menghubungi SY untuk segera menagih EP.
Janji meluluskan cucunya ternyata hanya janji.
SY meminta uangnya dikembalikan utuh.
"Baru diganti Rp 25 juta," kata JT sambil menunjukkan bukti kuitansi pengembalian uang tertanggal 24 November 2021.
Terpisah, Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan, dugaan penipuan seleksi CPNS Kejaksaan RI ini sudah dilaporkan pengaduannya.
Sebelumnya sudah ada ME alias EF yang melapor penipuan oknum jaksa inisial EP dengan kerugian Rp 160 juta.
Kini datang lagi korban lain inisial NI dengan kerugian Rp 75 juta.
"Untuk saat ini menurut catatan kita, korbannya ada dua," kata Dedi.
Korban EF sudah melapor ke Polresta Mataram mengenai dugaan penipuan.
Sementara korban NI masih sebatas mengadu ke Bidang Pengawasan Kejati NTB.
"Masih ditelaah laporan pengaduannya," kata Dedi.
Dalam kasus dengan korban EF, oknum jaksa EP meminta sogokan Rp 160 juta.
EF mengikuti seleksi CPNS Kemenkumham pada tahun 2019 lalu.
EF tidak lulus seleksi tetapi dijanjikan EP tetap memiliki SK pengangkatan dengan uang sogokan tersebut.
Korban EF Rugi Hingga Rp 160 Juta
Seorang oknum jaksa di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan ke polisi.
Oknum jaksa berinisial EP itu dilaporkan atas dugaan percaloan seleksi CPNS Kemenkumham Provinsi NTB tahun 2019.
EF alias EM warga Kuripan, Lombok Barat yang menjadi korban mengalami kerugian hingga Rp 160 juta setelah dijanjikan lulus dalam seleksi CPNS Kemenkumham Provinsi NTB tahun 2019 oleh oknim jaksa tersebut.
Namun hingga kini EF tak juga mendapatkan kepastian mengenai kelulusannya sebagai CPNS.
Bahkan ketika ingin meminta kembali uang yang sudah dibayarkannya sebesar Rp 160 juta tak juga berhasil.
Padahal EF mengaku uang tersebut adalah hasil menggadaikan sawah milik orang tuanya.
Sementara jatuh tempo gadai sawah sudah habis dan dia harus membayarnya namun uang yang diminta tak kunjung dikembalikan.
Laporan ini bermula setelah korbannya, EF alias EM warga Kuripan, Lombok Barat gagal lulus seleksi formasi pengawal tahanan.
Pada akhir 2019, EF bertemu dengan pegawai kejaksaan berinisial JT.
JT kemudian yang mempertemukannya dengan EP.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, EF kemudian menyerahkan uang tanda jadi sebesar Rp 60 juta.
Tertera pada bukti kuitansi tertanggal 24 Maret 2020 dengan dalih pembayaran pinjaman.
Selanjutnya, dicicil sebesar Rp 40 juta, Rp 50 juta, dan terakhir Rp 10 juta hingga Desember 2020.
Berbekal uang mahar ini, korban EF dijanjikan akan mendapatkan Surat Keputusan (SK) sebagai CPNS melalui jalur khusus.
"Saya dijanjikan lulus melalui jalur kebijakan," kata korban EF dalam pengakuannya saat mengadu ke Kejati NTB.
Tetapi hingga pertengahan Juli 2021, janji SK ini tidak kunjung datang.
Korban lalu mendatangi lagi oknum jaksa EP untuk meminta pengembalian uang.
Oknum jaksa EP tidak dapat memenuhi pengembalian uang ini hingga November 2021.
EF tidak sabar lagi serta terdesak pembayaran jatuh tempo gadai tanah sawah orang tuanya, sehingga melapor dugaan penipuan ke polisi.
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan pengaduan tersebut.
"Kita sudah memanggil pihak-pihak terkait untuk diklarifikasi," ujarnya singkat, Senin (27/12/2021).
Pegawai kejaksaan inisial JT lebih dulu dimintai keterangan pada Kamis (23/12/2021) pekan lalu.
Terpisah, Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi terkait kasus tersebut.
"Tapi tidak dalam kewenangan kami karena yang bersangkutan melakukan kegiatannya tidak ada kaitannya dengan profesi dia sebagai jaksa," ujarnya.
Kronologis
EF alias ME, pelamar CPNS Kemenkumham NTB tahun seleksi 2019 menceritakan kronologis kejadian yang merugikannya hingga Rp 160 juta.
"Saya dijanjikan di Kemenkumham pendaftaran lewat jalur kebijakan," kata EF dalam wawancaranya terkait laporan pengaduan tersebut.
Pria lulusan SMA ini mengikuti seleksi CPNS pada tahun 2019.
Awal mulanya, dia ditemui pegawai kejaksaan di Mataram berinisial JT.
"Saya dicari. Ditanya siapa yang mau ikut daftar," ucapnya.
JT kemudian mempertemukannya dengan oknum jaksa di NTB berinisial EP.
EP menawarinya jalur khusus tetapi dengan syarat sejumlah uang.
"Kalau semuanya Rp 160 juta. DP Rp 60 juta. Sudah disetor semua," kata EF sambil menunjukkan dokumentasi foto penyerahan uang.
Pembayaran kemudian dicicil sepanjang tahun 2020 dan dilakukan di rumah dinas pegawai kejaksaan di Mataram, yakni rumah JT.
Menurut bukti dokumen kuitansi, pembayaran pertama diserahkan pada tanggal 24 Maret 2020 senilai Rp 60 juta.
Kemudian pada 1 Juli 2020 sebesar Rp 50 juta.
20 Juli 2020 sebesar Rp 10 juta dan terakhir Desember 2020 sebesar Rp 40 juta.
"Itu uang dari gadai sawah orang tua saya," kata EF.
EF kemudian menanyakan mengenai janji EP yang bakal meluluskannya lewat jalur khusus tersebut.
Mengutip riwayat percakapannya antara EF dengan EF, EP mengatakan kepada EF bahwa jalur kebijakan ini tidak bisa disamakan dengan jalur normal.
Bahkan, EP berani menjamin pelamar seleksi CPNS yang tidak lulus bisa diluluskan lewat jalur tersebut.
Tapi setelah berulang kali ditanya mengenai kepastian, EP selalu beralasan.
EF pun akhirnya jengah dan meminta pengembalian uang.
"Kita mau cabut uang tapi setelah itu sampai sekarang belum dikembalikan kita dijanjikan terus tiap minggu, tiap bulan," jelas EF.
Bahkan pada Oktober 2021, EF dan EP sepakat dimediasi.
EF diberi hak menguasai sertifikat tanah oleh EP sebagai jaminan.
Jaminan bahwa EP sanggup mengembalikan uang Rp 160 juta dalam tempo satu bulan.
Tetapi hingga November 2021, janji hanya tinggal janji. Uang EF tidak pernah kembali.
"Oktober kemarin itu jatuh temponya gadai sawah bapak saya. Harus ditebus tapi uangnya tidak ada," kata EF.
Akhirnya pada 5 November 2021, EF melapor ke Polresta Mataram tentang dugaan penipuan dan penggelapan dengan terlapor EP.
"Saya sebenarnya hanya ingin uang kembali tapi dia tidak ada itikad baik," kata EF.
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa membenarkan adanya laporan pengaduan tersebut.
Perantara inisial JT sudah lebih dulu dimintai keterangan pada Kamis pekan lalu.
Pekan ini dijadwalkan pemeriksaan EP.
Sementara Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan mengatakan, EP bertindak atas nama diri pribadi yang tidak ada kaitannya dengan profesi jaksa.[tribunnews]