GELORA.CO - Lika-liku seorang wanita dari kota Michigan, Amerika Serikat yang mendapati ternyata Islam adalah agama yang selama ini tidak dia duga sebelumnya. Bahkan diakuinya, memakai hijab merupakan berkah tersendiri darinya yang membuatnya bersyahadat dan menjadi mualaf.
Ajaran sang ibu yang memberikan didikan liberal yang mewarnai pemikiran sang mualaf ini. Sang mualaf mengaku sejak usia muda menyukai memakai hijab meski bukan seorang Muslim.
Terlebih, ia begitu terkesima usai membaca Al-Quran yang mengangkat derajat perempuan dengan hijabnya.
"Quran berbicara betapa cantiknya wanita sehingga saya harus ditutupi dan itulah yang saya mulai, hanya melihat hal-hal yang berbeda (dari alkitab). Jadi saya sangat tertarik. Saya tidak bisa, saya tidak suka melepaskan tangan saya dari belajar tentang Islam," ujar bule mualaf itu dikutip dari kanal YouTube Barat Bersyahadat.
Pada awalnya, bule 31 tahun itu mengaku tumbuh besar sebagai seorang nasrani dengan ayah yang beragama katolik dan ibu yang berpikiran liberal. Di usia remajanya, ia secara sukarela ikut dalam komunitas nasrani untuk memperdalam agamanya.
"Mereka meminta Anda mengklaim yesus sebagai tuhan dan penyelamatmu dan itulah yang saya lakukan. Saya melakukannya tapi saya melakukannya secara membabi buta saat berusia 15 tahun. Saya tidak benar-benar meneliti dan hanya mengikuti apa yang orang katakan," tuturnya.
Namun, ia mulai merasa ada yang aneh dari agama yang ia yakini itu. Sebab, ia mendengar bahwa semua anak yang belum pernah mendengar Injil tidak akan masuk neraka. Sang mualaf berpikir dan bertanya-tanya, bagaimana bisa takdir surga dan neraka seseorang sudah ditentukan sejak awal meski tanpa mengenal agamanya.
Di usianya yang masih remaja, ia lantas melupakan pertanyaan tersebut dan mengabaikannya. Hingga ia masuk ke perguruan tinggi dan memulai hidup baru yang berbeda. Ia mulai ke lingkungan baru dengan beberapa teman muslim di Maroko dan mengenal gaya berpakaian dengan hijab dan abaya yang menutupi aurat perempuan.
"Saya tidak tahu apa yang saya lakukan tapi saya akan mengenakan jilbab, saya tidak tahu mengapa tapi saya mau. Saya hanya melakukannya dan saya senang. Saya seperti oh itu gaun baru (abaya) jadi saya bersenang-senang di Maroko, itu adalah pengalaman yang luar biasa tetapi saya tidak pernah mempertanyakan apa pun yang mereka lakukan," kenangnya.
Ironisnya, saat mualaf ini lulus dan bekerja di negara yang didominasi oleh Muslim, ia belum memahami Islam sama sekali. Sang mualaf bahkan senang bekerja di bank, yang mana mengharuskannya berhadapan dengan bunga bank.
Meski ia belum memahami bahwa bunga bank tak diizinkan oleh Islam, namun hati kecilnya seolah menolak pekerjaan itu. Ia pun keluar dan mencoba peruntungan dengan belajar seni fotografi.
Ia pindah ke Florida dan ikut sekolah fotografi. Di situ, ia bertemu dengan lingkungan baru yang membuatnya berkumpul dengan teman-teman muslim.
Saat ia hendak mengerjakan proyek bersama, ia memutuskan tetap memakai hijab karena merasa nyaman akan hal itu. Tetapi, di sinilah ia mendapat jawaban akan hijab yang harus dipakai oleh perempuan muslim.
"Dia (temannya) membuka mata saya tentang islam. Saya sangat feminis. Dan dia bilang saya selalu suka memperjuangkan hak-hak perempuan dan segalanya tapi seperti apa yang akhirnya Anda pelajari adalah seperti itulah Islam memberikan hak kepada wanita dan begitulah apa yang saya suka tentang hal itu dan jadi saya mulai mendengarkannya dan Anda mendapatkan sudut pandang lain," terangnya.
"Ketika saya membaca ayat Alkitab Korintus pasal 11 ayat 6 tentang jilbab itu sebenarnya sangat merendahkan bagi wanita. Saya tidak tahu apakah banyak dari Anda telah membacanya tetapi itu mengatakan bahwa jika Anda tidak mengenakan jilbab Anda seharusnya mencukur kepala Anda karena malu dan itu menurut saya cara yang sangat merendahkan," terangnya.
Sementara Al-Quran memberi penjelasan yang lebih indah bahwa hijab berfungsi untuk melindungi perempuan Muslim. Sang Mualaf terus mencari tahu dan menggali di Al-Quran seolah ia mendapat kebenaran.
Meski ia sudah menetapkan hati untuk memahami hijab, ia belum meyakini seratus persen agama islam hingga jelang ramadhan seolah hati dan pikirannya benar-benar dipersiapkan untuk menjadi muslim.
"Itu 29 Juli 2011. Itu adalah hari jumat sebelum ramadhan dan saya ingat duduk di sebelah wanita ini dan dia berkata, saya pikir Anda harus masuk Islam sebelum Ramadhan dimulai," kenangnya.
Akhirnya, sang mualaf bersyahadat dan masuk islam. Ia pun menjalani ibadah berpuasa saat Ramadhan pertamanya dan hingga kini telah menikah serta masih teguh meyakini agama Islam.
Meski sang ibu belum benar-benar menerima tampilan barunya, namun tak ada penolakan atas agama Islam yang dipeluknya.
"Alhamdulillah seperti keluarga saya sekarang menerima segalanya dan saya percaya saya berada di jalan yang benar saya berdoa lima kali sehari sekarang jadi saya masih belajar," jelasnya.[viva]