Hukum Mati Koruptor, Jaksa Agung RI, 'Efek Jera Bagi Pelaku Korupsi'

Hukum Mati Koruptor, Jaksa Agung RI, 'Efek Jera Bagi Pelaku Korupsi'

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Jaksa Agung RI Sanitiar (ST) Burhanuddin menyampaikan komitmennya untuk menjaga marwah institusi Korps Adhyaksa dengan menerapkan profesionalitas dan integritas di jajaran insan Adhyaksa, Rabu (15/12/2021).

Komitmen tersebut telah dia pegang sejak ditunjuk menjadi Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi pada Oktober 2019 lalu.


“Profesionalitas dan integritas harus melekat dan tertanam dalam insan kejaksaan,” Jaksa Agung dalam webinar bertajuk Mengangkat Marwah Kejaksaan, Membangun Adhyaksa Modern yang digelar Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka), Rabu (15/12/2021).

Menurut Jamdatun ini pihaknya telah melakukan berbagai terobosan dalam proses penegakan hukum di Indonesia.

Hukuman mati koruptor, Jaksa Agung RI, 'efek jera bagi pelaku korupsi'.

Salah satunya dengan mengedepankan restoratif justice alias keadilan restoratif yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, mengingat selama ini penegakan hukum yang mengedepankan yang lebih retributif pada aspek pemidanaan.


Menurutnya, aturan tersebut guna mengubah paradigma peradilan pidana dari hanya berorientasi pemidanaan menjadi penyelesaian perkara yang lebih mengedepankan dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban dan pihak terkait. 

Komitmen penegakan hukum di bidang korupsi juga cukup konsisten.

Bahkan Kejaksaan sudah menerapkan tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus korupsi seperti yang diterapkan kepada Heru Hidayat, terdakwa kasus korupsi Asabri yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun.

Tidak hanya hukuman yang bisa menimbulkan efek jera, Burhanuddin menyampaikan bahwa Kejaksaan juga turut gencar melakukan pengembalian aset-aset negara dari pelaku korupsi melalui Pusat Pengembalian Aset (PPA). 

Bahkan, pemulihan aset juga menjadi salah satu kewenangan Kejaksaan yang diatur dalam perubahan UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang disahkan pada 7 Desember 2021 lalu.

“Kejaksaan punya kewenangan untuk menelusuri, merampas, dan mengembalikan aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban atau yang berhak,” tandas Burhanuddin.

Selain itu, terdapat penambahan kewenangan lainnya yang diatur dalam UU Kejaksaan seperti penyadapan dan penguatan peran intelijen Kejaksaan.

Secara keseluruhan, Burhanuddin menilai undang-undang tersebut semakin memperkuat Kejaksaan baik dari sisi kelembagaan maupun kewenangan. 

Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengingatkan bahwa jaksa mempunyai peran yang sangat menentukkan dalam proses penegakkan hukum mulai dari menerima berkas perkara, gelar perkara, dakwaan, tuntutan, hingga eksekusi putusan.


Menurut Suparji, Kejaksaan yang modern bukan hanya sekadar membalas kejahatan dengan hukuman.

 

“Harus ada sebuah paradigma yang massif di Kejaksaan selain untuk restorative justice juga mempertimbangkan aspek ekonomi,” katanya.(poskota)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita