GELORA.CO -Keberadaan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden merupakan bentuk pengebirian hak konstitusi warga negara Indonesia.
Begitu dikatakan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier dalam diskusi bertema "Rakyat Berdaulat Menolak Presidential Threshold" di Raden Bahari Restaurant, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (1/12).
"Adanya presidential threshold itu mau setengah persen atau dua persen itu adalah pengebiri hak konstitusi," ujar Fuad Bawazier.
Bab pemilihan presiden, sambungnya, sudah diatur secara detail pada UUD 1945 setelah dilakukan amandemen sebanyak empat kali.
Pada perumusan konstitusi itu, tim perumus hanya mengatur soal siapa yang bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tanpa ada ambang batas pengajuan calon.
"Dalam hal pemilihan presiden, empat kali amandemen saya ada di situ, bukan sebagai anggota DPR tapi sebagai panitia adhoc," katanya.
"Pada pasal 6, di situ cuma dikatakan capres dan pasangannya diajukan oleh partai peserta Pemilu, nggak pernah terpikirkan, tidak pernah ada niatan ada pengebirian kita ingin PT 20 persen," bebernya.
Dia pun meminta semua patuh pada konstitusi dan menghapus soal presidential threshold. Kalaupun ingin melakukan penyaringan, maka pengawasan partai politik yang harus diperketat.
"Patuhi konstitusi, silakan diperketat parpol peserta pemilunya itu," tandasnya. (Rmol)