GELORA.CO - Peserta seleksi calon dosen PNS 2021 marah lantaran dicurangi saat seleksi. Ia membongkar skor nilai seleksi CPNS 2021.
Lulusan S2 ini mengakus sudah dua kali dicurangi saat mengikuti seleksi CPNS dosen.
Menurutnya, panitia memprioritaskan ‘orang dalam kampus’ untuk lolos seleksi. Nilai ‘orang dalam’ didongkarak sangat tinggi.
“Di rekrutmen CPNS setiap tahunnya, selalu ada kampus yang membuang talenta baru dan kompeten demi mengangkat pegawai tidak tetap yang sudah bekerja di sana lebih dulu,” kata pemilik akun Twitter @alhrkn pada Minggu (16/12).
“Buat apa membuka penerimaan kalau ujungnya cuma menerima kenalan? Cuma buang-buang waktu dan anggaran,” katanya.
Meski dicurangi, dia menegaskan tidak akan memperkarakan karena tidak punya bukti kuat.
“Untuk apa memperjuangkan bekerja di tempat yang dari rekrutmennya saja sudah sesampah ini,” cetusnya.
Ia menyatakan sistem seleksi CPNS masih memfasilitasi kecurangan. Sebab penguji berasal dari kampus yang bersangkutan.
Para penguji memiliki kendali penuh dan subjektif untuk memberi skor penentu pada kandidat manapun, terutama yang berasal dari ‘orang dalam’ kampus.
Para penguji memprioritaskan peserta yang sudah lebih dulu kenal dan bekerja di kampus.
Ia mengaku siap beradu dengan ‘orang dalam’ sebut saja Santa, salah satu peserta yang dinyatan lolos CPNS 2021.
“Saya tak masalah beradu dengan si Santa ini buat membuktikan kompetensi, dan saya tantang untuk terbuka, disiarkan ke publik dan dengan penilai pihak ketiga yang netral,” jelasnya.
“Silakan balas tweet ini untuk atur rencana. Adu semua bidang yang diujikan; tertulis, oral, praktik pedagogi sampai produksi media ajar, semuanya tak masalah,” tantang dia.
Meski begitu, dia menyatakan tidak bersedia masuk ke kampus tempatnya melamar sebagai dosen PNS.
“Saya sudah amit-amit untuk masuk ke kampus kalian. Cuma butuh membongkar palsunya nilai yang kalian berikan,” cetusnya.
Seleksi 6 Bulan Terbuang Percuma
Ia marah dan berani membongkar dugaan manipulasi seleksi CPNS dosen karena waktunya sudah terbuang percuma selama 6 bulan. Tapi pada akhirnya dia justru dicurangi.
“Saya marah di sini karena memprotes ketidakadilan & kezaliman yang terang-terangan. Sudah 6 bulan saya berkorban waktu, tenaga, dan biaya buat ujian, tapi digagalkan karena alasan almamater & kedekatan,” katanya.
“Kalian asal pilih SDM bukan dari keterampilan, tinggal tunggu imbas buruknya kapan,” tambahnya.
Ia menyebutkan, perguruan Tinggi katanya tempat majunya peradaban, tapi ini jelas meritokrasi diputarbalikkan.
“Satu-satunya alasan saya mengikuti Rekrutmen ini adalah untuk pindah & menemani calon istri saya. Saya punya 2 pilihan, dan salah satunya adalah Rekrutmen ini,” imbuhnya.
“Tapi sekarang saya justru malu bahkan sekadar sempat mempertimbangkan kalian,” bebernya.
Ia menegaskan tidak membutuhkan pekerjaan sebagai dosen di kampus tersebut karena sudah memiliki pekerjaan yang lebih baik.
“Ternyata sama sekali tak perlu ada dilema begitu tahu buruknya rencana menjadi dosen di kampus ini,” kata dia.
“Bakat dan keterampilan saya sama berharga, berguna, berpotensinya untuk berkarya di tempat lain, bukannya yang buta prestasi,” tambahnya.
Ia berpesan kepada Santa dan para penguji yang diduga telah memanipulasi nilai buat Santa.
“Buat si Santa dan para Penguji yang terlibat manipulasi nilai ini & berbuat tak adil: Kalian akan memakan gaji PNS yang kalian dapat dari proses mencurangi dan menzalimi orang ini. Setiap hari. Selama 30 tahun ke depan. Hentikan. Sekarang,” pintanya.
Ia sengaja tidak membeberkan identitas Santa, kampus dan para penguji karena tidak ingin terjerat UU ITE.
“Ini masih mending. Saya dicurangi tapi saya masih punya pekerjaan aman. Di luar sana banyak kandidat yang muda, tulus, jujur, pekerja keras, kompeten, penuh harap; tetapi harus jadi korban nepotisme seperti kalian. Mereka bisa kehilangan pekerjaan, bahkan masa depan,” bebernya.
Menurutnya, anti meritokrasi hanya akan melahirkan pekerja tak kompeten, pencari aman, lamban.
“Satu-satunya alasan kenapa kalian masih bertahan adalah karena publik belum sadar bahwa pendidikan sepanjang hayat tak butuh sistem usang kalian,” katanya.
“Saya semakin jijik dengan sistem semacam ini. Pendidikan tinggi akan selamanya jadi tempat kroni yang memupuk kedekatan, menutup pintu dari talenta berbakat berdatangan. Terus saja seperti ini, kalian semakin tak relevan dan ditinggalkan,” ucapnya.
Ia berpesan kepada mereka yang bersikeras ingin menjadi dosen PNS bahwa jalan terbaik bukan lewat seleksi CPNS langsung, tapi butuh modal kedekatan.
Caranya sisa dimulai dari magang, asistensi, pengajar tidak tetap di kampus. Bangun jaringan, perlahan, sebelum ujian.
“Di luar kritik yang banyak saya lemparkan, saya tetap berencana melanjutkan studi hingga S3, meski entah tanpa harus mengajar formal di kampus. Saya cuma berharap bisa terus belajar dan punya ukuran untuk berkembang,” pungkasnya.[pojoksatu]