GELORA.CO - Selama ini ditutupi, ternyata China berani mengancam Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak di ZEE Indonesia di Perairan Natuna Utara, yang juga dianggapnya sebagai wilayahnya berdasarkan klaim sepihak dash nine.
China berani mengirimkan surat protes diplomatik ke Kementerian Luar Negeri Indonesia agar menghentikan kegiatan pengeboran minyak di Blok Tuna, Natuna Utara yang dilakukan Harbour Energy.
Tindakan China yang berani melayangkan surat protes diplomatik diungkap anggota DPR Komisi I yang membidangi hubungan luar negeri, Muhammad Farhan.
"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Muhammad Farhan seperti dilansir malaymail yang mengutip reuters, 1 Desember 2021.
Namun seorang Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan: "Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan."
Dia menolak berkomentar lebih lanjut.
Sedangkan Kementerian Luar Negeri China, Kementerian Pertahanan dan Kedutaan Besar China di Indonesia tidak bersedia memberikan keterangan.
Tiga sumber lain yang dikutip Reuters membenarkan adanya surat protes China tersebut.
Dua dari sumber ini mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran di ZEE Indonesia tersebut.
Sebelumnya, China juga keberatan setelah Indonesia mengganti nama perairan ZEE Indonesia di Laut China Selatan dengan nama Laut Natuna Utara.
China mengklaim perairan ZEE Indonesia di Natuna Utara itu merupakan teritorialnya berdasar klaim sepihak dash nine.
"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus (dash nine) mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Muhammad Farhan.
Muhammad Farhan memaklumi China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, sehingga pemerintah Indonesia tetap diam untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan China.
Muhammad Farhan juga mengungkapkan, dalam surat terpisah, China juga memprotes latihan militer TNI Amerika Garuda Shield yang berlangsung Agustus lalu di Sumsel.
Latihan militer Garuda Shield, melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, merupakan acara rutin sejak 2009.
Namun baru kali ini China melakukan protes.
"Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di Laut China Selatan," katanya.
Terungkap sebelumnya, sejak 30 Juni 2021, China mengerahkan kapal penjaga pantai dan kapal peneliti ke lokasi sekitar pengeboran minyak di Blok Tuna di Laut Natuna Utara.
Selama empat bulan berikutnya, kapal-kapal China dan Indonesia saling membayangi di sekitar ladang minyak dan gas, sering kali datang dalam jarak 1 mil laut satu sama lain.
Data Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) dan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), menunjukkan sebuah kapal penelitian China, Haiyang Dizhi 10, tiba di daerah tersebut pada akhir Agustus, hingga tujuh minggu berikutnya.
Kapal peneliti China ini bergerak lambat dalam pola grid Blok D-Alpha yang berdekatan, yang diperkirakan mempunyai cadangan minyak dan gas bernilai 500 miliar dolar AS.
“Berdasarkan pola pergerakan, sifat, dan kepemilikan kapal, sepertinya sedang melakukan survei ilmiah terhadap cadangan minyak D-Alpha,” kata Jeremia Humolong, peneliti di IOJI.
Pada 25 September, kapal induk Amerika USS Ronald Reagan datang dalam jarak 7 mil laut dari rig pengeboran Blok Tuna.
Empat kapal perang China juga dikerahkan ke daerah itu, menurut IOJI dan nelayan setempat.
Pekan lalu, Menko Polhukam Mahfud MD berkunjung ke Laut Natuna.
Mahfud MD mengatakan kunjungannya tidak ada hubungannya dengan surat protes China, tetapi menegaskan Indonesia "tidak akan pernah menyerahkan satu inci pun" wilayahnya. [tribun]