GELORA.CO - Slamet Maarif, Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 mengaku heran dengan sikap aparat kepolisian yang bakal menindak secara hukum jika Reuni 212 tetap digelar pada Kamis (2/12/2021) besok. Eks Jubir FPI itu pun meminta agar anggota DPR bersuara lantaran merasa ada pembungkaman berekspesi terkait ancaman pasal kepada orang-orang yang ikut aksi reuni 212.
Terkait adanya ancaman pasal berlapis yang bakal diterapkan polisi, Slamet menilai jika Reuni 212 akan digelar dengan aksi super damai. Dia pun menganggap jika tindakan polisi tersebut seolah-olah untuk menakut-nakuti warga yang hendak menyampaikan aspirasinya di depan umum.
"Besok itu aksi super damai yang dilindungi UU sebagaimana elemen dan masyarakat lainpun melakukan unjuk rasa, seharusnya dan saya sangat berharap pihak keamanan menjalankan kewajibannya untuk mengamankan jalannya unjuk rasa bukan sebaliknya menakut-nakuti dan mengancam rakyat," kata Slamet kepada wartawan, Rabu (1/12/2021).
Slamet lantas mengambil contoh soal aksi unjuk rasa elemen buruh dan mahasiswa yang berlangsung di Jakarta. Dia menyebut, hari ini Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi unjuk rasa memperingati 60 tahun deklarasi kemerdekaan Papua Barat.
"Bukannya sudah banyak eleman yang demo di Patung Kuda baik mahasiswa ataupun buruh? Bahkan hari ini AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) yang menuntut Merdeka dibiarkan aksi, padahal tuntutannya sangat mengancam keutuhan negara," jelasnya.
Slamet merasa heran, kenapa acara Reuni PA 212 malah diperlakukan berbeda oleh aparat kepolisian. Atas hal itu, dia meminta agar Komisi III DPR RI berbicara soal hal tersebut.
"Tapi giliran umat Islam alumni 212 diperlakukan sangat berbeda? Komisi III DPR RI harus bersuara ini. Ada warga negara yang diperlakukan tidak adil," ucap dia.
Tidak dikeluarkannya izin dan ancaman pasal oleh kepolisian disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes E Zulpan hari ini di Mapolda Metro Jaya.
"Apabila paksakan lakukan kegiatan, maka kami akan terapkan ketentuan hukum berlaku apabila memaksakan akan kami sangkakan tindak pidana," kata Zulpan.
Jika ada peserta yang nekat menggelar aksi akan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 212 hingga Pasal 218.
"Apabila memaksakan akan kami sangkakan tindak pidana 212 dan 218 KUHP yang tak indahkan hal ini," tegas Zulpan.
Kata dia, alasan pelaksanaan reuni akbar 212 karena tak direkomendasikan oleh Satgas Covid-19 DKI Jakarta.
"Polda Metro Jaya tak akan memberi izin pada kegiatan yang bersifat menciptakan kerumunan, yakni demi sesuatu yang bertentangan aturan prokes atau kegiatan yang berkaitan dengan COVID-19," katanya. (suara)