AEPI: Jika Penerimaan Pajak 2021 Hebat, Kenapa Sri Mulyani Tambah Utang Rp 1.000 T?

AEPI: Jika Penerimaan Pajak 2021 Hebat, Kenapa Sri Mulyani Tambah Utang Rp 1.000 T?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kegembiraan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas penerimaan pajak yang sudah menembus target tahun 2021 terus menuai kritik. Salah satunya karena capaian itu didapat di saat target penenerimaan pajak diturunkan.

Per 26 Desember 2021, neto penerimaan pajak sebesar Rp 1.231,87 triliun atau setara 100,19 persen dari target APBN sebesar Rp 1.229,6 triliun.

Namun demikian, target penerimaan pajak ini jauh berada di bawah jika dibanding tahun 2019 yang sebesar Rp 1.557 triliun.

Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng pun bertanya-tanya tentang kemampuan Sri Mulyani dalam merencanakan keuangan negara.

“Kalau memang penerimaan pajak melebihi target mengapa target dalam perencanaan anggaran diturunkan? Berarti dia SMI tidak pandai dalam merencanakan,” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Selasa (28/12).

Di satu sisi, Salamuddin Daeng juga merasa aneh jika penerimaan pajak ini dikatakan adalah sejarah pencapaian terbaik. Sebab, Sri Mulyani selalu mengancam bahwa Indonesia akan krisis.

Anehnya lagi, jika memang target pajak di atas 100 persen, maka mengapa Sri Mulyani mengambil utang yang begitu besar.

“Jika memang penerimaan pajak begitu hebat, bagaimana bisa tambahan utang tahun 2020 mencapai Rp 1.063 triliun dan 2021 juga lebih dari Rp 1.000 trililiun dan 2022 juga lebih dari Rp 1.000 triliun,” tanya Salamuddin Daeng.

“Apa yang menjadi landasan moral Sri Mulyani menambah utang yang nilainya hampir setara dengan penerimaan pajak? Tambahan utang Rp 1.000 triliun, penerimaan pajak Rp 1.200 triliun,” lanjutnya.

Baginya, penerimaan pajak yang hebat menurut Sri mulyani ini agak mistis. Mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai posisi normal sebelum Covid-19. Selama ini penerimaan pajak juga tidak pernah mencapai target.

“Apakah selama pemerintahan Jokowi banyak pajak yang disembunyikan sengaja tidak ditagih, atau pajaknya masuk ke kantong oknum pajak?” tanyanya lagi.

Menurut Salamuddin Daeng, selama ini pajak tidak pernah dikelola secara transparan. Sementara di era digitalisasi setiap sen transaksi apapun yang terjadi seharusnya penerimaan pajak sudah bisa diketahui rakyat banyak.

“Tapi mengapa pengelolaan pajak sangat inclusive. Petugas pajak bak dewa dengan sejuta senjata rahasia,” sambungnya.

Jika memang penerimana pajak hebat, maka Sri Mulyani harus mengubah anggaran 2022. Sehingga tidak boleh ada tambahan utang Rp 1.000 triliun dengan alasan Covid-19. APBN 2O22 harus kembali ke keadaan normal sebelum Covid-19.

“Mulai sekarang Sri Mulyani tak boleh bercanda lagi mengancam Presiden Jokowi bahwa Indonesia akan krisis. APBN harus direncanakan kembali menghadapi kondisi normal,” tutupnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita