GELORA.CO -Yahya Waloni didakwa terkait kasus dugaan ujaran kebencian, penodaan agama dan kasus menyatakan perasaan permusuhan, penghinaan terhadap golongan rakyat terkait SARA. Yahya Waloni diancam pidana 4-6 tahun penjara.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) membacakan dakwaan Yahya Waloni, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (23/11/2021).
Yahya Waloni didakwa dengan pasal alternatif yaitu pertama Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ancaman pidana maksimal 6 taunn penjara), atau Kedua didakwa Pasal 156a KUHP (ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara, atau Ketiga Pasal 156 KUHP (ancaman pidana maksimal 4 tahunn penjara).
Berikut ini bunyi dakwaan kedua Pasal 156a KUHP:
"Dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa,".
Berikut ini bunyi dakwaan ketiga Pasal 156 KUHP:
"Di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia (perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya 'karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara".
Sidang tersebut digelar secara online dimana terdakwa berada di rutan Bareskrim Polri tanpa didampingi pengacara, sedangkan hakim dan jaksa penuntut umum berada di PN Jaksel. Adapun usai mendengarkan dakwaan JPU, terdakwa Yahya Waloni menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Kasus ini bermula pada hari Rabu 21 Agustus 2019 terdakwa Yahya Waloni sebagai penceramah diundang oleh DKM masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta untuk mengisi kegiatan ceramah dengan tema ceramah 'nikmatnya Islam'.
Pada hari itu jumlah jemaah sekitar 700 orang namun terdakwa dalam mengisi kegiatan ceramah tersebut ternyata memuat materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA, karena menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat kristen sehingga materi ceramah diduga dapat menyakiti umat kristiani.
Padahal selain didengar oleh jemaat mesjid tersebut, ceramah itu juga ditayangkan secara langsung (live streaming) di akun media sosial yang dimiliki oleh mesjid WTC yaitu YouTube dan Facebook sehingga ditonton oleh khalayak ramai.
Saat itu terdakwa Yahya Waloni memberikan ceramah dengan mengatakan:
"Ulang-ulang berapa hari 3 hari pokoknya kamu mati Yahya, memang nama saya Yahya komandan dari sana nama saksi diijazah dulu waktu di Papua di GKI rektor di sana dulu, saya yang mendirikan Universitas Kristen Papua dengan Support Stuttgart Jerman, jadi saya, orang keluarga saya kaget kok bisa masuk Islam, tunggu kami bikin malu keluarga, kami di Manado malu gara-gara kau masuk Islam, begitu kamu masuk Islam kau hajar terus itu Yesus, nah saya yang ditantang dan dilaporkan ke Mabes Polri kan begitu, begitu lapor seperti Ahok dulu kan diminta saksi ahli, begitu saksi ahli diminta yakin saya kosong Gereja itu di Indonesia, saya bukan mengatakan bible kristen fiksi, bible kristen itu palsu, lapor memang ini fakta ilmiah, kajian ilmiah, dibuktikan dengan data-data ini yang pak Dede percaya selama ini omong kosong pak, saya yang bohongin ente dulu ini datanya palsu semua, pergi lapor polisi, lapor polisi sana Mabes, ini palsu semua. Kapolda Bali saja masuk Islam saya ceramah di Mabes Polri pak polisi bilang pelan-pelan sedikit Ustad disini banyak Jenderal, biar Jenderal 100 bintang kalau kafir kau ke neraka. Tidak ada urusan. Apakah saya benci kalau bilang begini? Apakah saya benci? Tidak, sayang ashidal alal khufar ikhwan lilmuslimin dengan musim bersaudara, dengan kafir keras tapi tidak ada dasar benci sayang kepada mereka, nah sekarang pak Dede masih di Kristen, Pendeta kalau ahri minggu kan ngomong dengarlah Firman Tuhan, jemaat dibawah tinggal amin-aminkan, nah saya sebagai Pendeta dulu, saya liati Firman Tuhan bagaimana ini kacau begini, tidak masuk akal, irrasional kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempet menulis, lagi mudik ke Jombang..begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat, ini bukan saya yang ngomong ya, ini saya sudah Ustad sekarang, ini Pendeta yang ngomong sendiri. Jadi jangan-jangan ini kan Pak Irjen Pol Benny Mokalu, beliau bertanya apa betul Ustad ini palsu? Jangan tanya kepada saya Jenderal, tanyakan lah kepada pendeta-pendeta apa ini palsu atau tidak karena saya sudah Islam. Tanyakan ke mereka sudahlah terbuka sajalah, menyerah sajalah angkat tangan masuk Islam, sunat. Begitu antum bahagia Pak Dede rasa nanti beda Pak Dede kalau di Islam ini lihatlah cuma 5 menit, Masya Allah tapi keberkahannya takbir Allahu Akbar dari pada ente di dalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan "grgrgr" kenapa? kepenuhan roh kudis eh sorry roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis, lapor..ndak ada kelas sudah nggak ada kelas makanya kami sampe ke Islam karena cerdas, smart, ndak ada kelas lagi, orang kalau sudah pintar masuk ke Islam, pasti ke Islam yakin saya 1000 persen. Makanya kalau ada orang kafir bantah kita nggak usah bantah Al-Quran, Al-Quran bukan kitab pembanding, yuk pelajari bible mu kitab mu, pelajari saja kitab mu insyaallah antum kaliber, antum qualified dalam pemahaman kitab mu antum akan dekat dengan Islam. Belajar saja kitabmu nggak usah belajar Al-Quran, Al-Quran ini bukan kitab pembanding...."
Dalam ceramahnya, jaksa mengatakan, terdakwa Yahya Waloni mengeluarkan kata-kata yang bermuatan SARA terhadap umat kristen sebagai berikut, "bible kristen itu palsu", "kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempat menulis, lagi mudik ke Jombang, begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat ini, bukan saya yang ngomong ya".
Serta kalimat "dari pada ente didalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan "grgrgr" kenapa? Kepenuhan roh kudis eh sori roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis". Dan kalimat yang diduga menimbulkan perbencian SARA lainnya.
Atas perbuatannya Yahya Waloni didakwa diancam pidana Pasal 45a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-undang no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Pasal 156a KUHP, Pasal 156 KUHP.
Yahya Waloni Minta Maaf
Tersangka kasus penodaan agama, Yahya Waloni, meminta maaf kepada kaum Nasrani. Yahya Waloni mengaku menyesal karena merasa apa yang dilakukannya melanggar etika dalam berdakwah.
Awalnya Yahya Waloni menyampaikan mencabut surat kuasanya kepada pengacaranya dan mencabut gugatan praperadilannya. Kemudian Yahya Waloni memberikan pernyataannya dalam sidang praperadilan yang digelar di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (27/9/2021).
"Ada hal yang ingin saya sampaikan bahwa masalah saya ini bukan masalah berat, masalah saya ini adalah masalah etika, kesantunan dan moralitas. Saya kira terkait dengan apa yang sudah kita lalui tadi mengenai hukum pelaksanaan daripada sidang praperadilan itu tidak mungkin saya lakukan dan sudah disahkan," kata Yahya.
Kemudian Yahya mengaku, sebagai manusia yang dididik di suatu lingkungan yang beretika dan bermoral baik, ia menyampaikan ingin meminta maaf dan siap menerima konsekuensi dakwah yang telah melampaui batasan etika. Ia mengaku menyesal telah menyampaikan pernyataannya dalam video yang telah viral itu.
"Saya dalam hal ini sebagai manusia normal yang hidup di didik dalam satu lingkungan yang beretika dan bermoral baik, memohon maaf atas khilaf dan salah saya yang tidak memberikan contoh yang baik dalam menetapkan sebuah konsekuensi komitmen dakwah sehingga telah melampaui batasan-batasan etika dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara," kata Yahya.
"Dan ini yang saya sangat sesali setelah melihat video itu rasanya tidak sesuai dengan apa yang saya tekuni selama ini sebagai seorang pendakwah. Nabi mengajarkan kita untuk selalu mengedepankan akhlakul karimah," imbuhnya.(detik)