GELORA.CO - Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, meminta masyarakat agar tak hanya melihat besar utang pemerintah, melainkan juga melihat produktivitasnya.
Ia mengklaim utang yang ditarik pemerintah telah membuat ekonomi membesar. Ia berujar aset pemerintah pun sudah di atas Rp 11 ribu triliun.
"Itu dua kali nilai utang pemerintah, tapi seolah aset tidak bertambah. (banyak kritik seolah) hanya utang yang bertambah dan tidak dilihat produktivitasnya," kata dia di Denpasar, Bali, Rabu, 3 November 2021.
Prastowo mengatakan perkara utang sifatnya kontinyu antar rezim. Misalnya, saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Surat Berharga Negara dengan tenor 10 tahun, maka harus diselesaikan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Begitu pula ketika pemerintahan Presiden Jokowi menerbitkan SBN 10 tahun, maka nanti akan dibayar oleh pemerintahan berikutnya. "Jadi ini kontinyu," ujar Prastowo.
Dalam tujuh tahun terakhir, kata dia, pemerintah berhasil menurunkan dan menjaga rasio utang hingga di bawah 30 persen. Namun, rasio utang tersebut secara proporsi bertambah 8 persen lantaran adanya pandemi Covid-19. "Tapi belanja publik luar biasa."
Kendati demikian, Prastowo mempersilakan masyarakat untuk mengkritisi soal utang pemerintah. Namun, ia mengatakan sikap itu harus diikuti oleh kepatuhan masyarakat membayar pajak.
"Sekarang boleh saja kritisi soal utang, emoh utang tapi jangan ogah bayar pajak. Kalau enggak mau utang, konsekuensinya bayar pajak. Tapi kalau enggak mau dua-duanya, bubar republik ini," ujar Prastowo.
Dilansir dari Dokumen APBN Kita Kementerian Keuangan, utang pemerintah per akhir September 2021 telah menembus Rp 6.711,52 triliun. Posisi utang tersebut naik apabila dibandingkan posisi utang pemerintah pada penghujung Agustus 2021 yakni Rp 6.625,43 triliun. [tempo]