GELORA.CO - Sidang vonis terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel berakhir malam hari. Terdakwa Nurdin Abdullah divonis 5 tahun penjara oleh hakim. Sedangkan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat diberi hukuman 4 tahun penjara.
Pendukung Nurdin Abdullah yang memenuhi ruang sidang Harifin Tumpa sejak pagi hari mengaku kecewa. Mereka bahkan kompak meninggalkan ruang sidang sebelum majelis hakim membacakan tuntutan.
Mereka berteriak histeris sambil menangis di luar ruang sidang. Vonis hakim dinilai sangat berat.
"Kita golput. Golput 2023, pokoknya golput," teriak mereka.
Adapula yang mengaku kecewa, sebab Nurdin Abdullah selama ini sudah berperan besar terhadap pembangunan di Sulsel. Namun, tidak dihargai.
"Orang mau perbaiki daerah kau tangkap. Mau jadi apa negara ini," ujar yang lain.
Sidang juga sempat ricuh antara pengunjung sidang yang pro dengan Nurdin dan yang kontra. Salah seorang pengunjung tiba-tiba berteriak saat anggota majelis hakim membacakan tuntutannya.
Ia meminta sidang disetop dan Nurdin Abdullah dihukum mati. Menurutnya tidak ada toleransi bagi koruptor di negeri ini.
Pengunjung sidang bernama Ashari Setiawan atau Kamacappi itu bahkan mengancam akan melakukan aksi demo, hari ini, Selasa, 30 November 2021. Karena vonis hakim terhadap Nurdin Abdullah dinilai sangat rendah.
5 Tahun Penjara
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah divonis lima tahun penjara. Ia terbukti menerima suap dan gratifikasi dari sejumlah pengusaha sesuai dakwaan komisi pemberantasan korupsi (KPK).
Namun, dari semua dakwaan KPK, ada satu yang ditolak oleh Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino. Yakni lahan dan masjid milik Nurdin Abdullah di Dusun Ara, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.
Hakim meyakini lahan itu dibeli dengan uang pribadi. Apalagi pendapatan Nurdin saat menjabat sebagai Gubernur cukup besar.
Belum lagi keuntungan dari bisnis keluarganya. Sehingga, majelis hakim menimbang bahwa pembelian lahan itu memungkinkan dibeli dari tabungan Nurdin Abdullah.
Lahan itu juga belum dilaporkan ke LHKPN karena proses balik nama belum selesai. Keterangan tersebut diperoleh dari saksi bernama Abdul Samad sebagai pemilik lahan sebelumnya dan juga Hasmin Badoa, ipar Nurdin Abdullah.
"Cukup rasional jika disimpulkan apabila pembelian tanah tersebut masih sesuai dengan penghasilan terdakwa. Sehingga pendapat penuntut umum dalam tuntutannya tidak terbukti," kata Ibrahim saat membacakan vonis, Senin, 29 November 2021.
Rekening Nurdin Abdullah dan Keluarga
Majelis hakim kemudian meminta agar KPK membuka blokir sertipikat lahan tersebut. Begitupun dengan rekening milik Nurdin Abdullah dan putranya, Fathul Fauzi.
Ibrahim meminta KPK membuka blokir rekening milik Nurdin Abdullah di Bank Sulselbar dan rekening Fathul Fauzy di Bank BRI. Rekening itu disebut tidak berkaitan dengan pokok perkara seperti yang didakwakan KPK.
"Sepanjang persidangan berlangsung, tidak terungkap fakta hukum yang dapat membuktikan bahwa rekening tersebut telah digunakan atau terkait tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sehingga cukup beralasan apabila blokir rekening dibuka dan memerintahkan penuntut umum untuk melaksanakan," tutur hakim Ibrahim.
Sementara, JPU KPK Zaenal Abidin mengatakan sebagian besar tuntutan KPK terhadap Nurdin Abdullah terbukti. Kecuali soal lahan di Maros yang diduga dibeli menggunakan uang gratifikasi.
"Sebagian besar diterima. Hanya satu item aja, soal lahan dan masjid itu minta dikembalikan. Soal rekening, itu kan kewenangan hakim. Itu wajar dibuka," ujarnya.
Ia mengaku punya waktu tujuh hari untuk mempertimbangkan soal vonis hakim terhadap Nurdin Abdullah. Apakah akan mengajukan banding atau tidak. Pasalnya, vonis yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan KPK.
"Kami punya tujuh hari untuk timbang-timbang. Tapi kami mengapresiasi karena hampir semua tuntutan diakomodir majelis. 2/3 tuntutan kami kan terbukti. Cuma lahan yang di Maros aja," tambahnya.
Perintahkan Rampas Harta
Majelis Hakim Ibrahim Palino juga meminta agar KPK merampas harta Nurdin Abdullah. Jika mantan Bupati Bantaeng itu tidak membayar pidana pengganti.
Pidana pengganti yang dimaksud adalah Nurdin Abdullah wajib mengembalikan uang Rp3 miliar dan 350 ribu dolar singapura atau sekitar Rp3,6 miliar ke kas negara dalam kurun waktu satu bulan. Jika tidak, maka hartanya akan dirampas dan dilelang. Termasuk lahan di Maros.
Jika tidak mencukupi nilai nominal itu, maka akan diganti penjara 10 bulan. Sementara, Nurdin Abdullah divonis pidana pokok lima tahun penjara.
Mantan Bupati Bantaeng itu terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Nurdin juga didenda Rp500 juta dengan subsider empat bulan penjara. Ia juga dikenakan pidana pengganti dan hak politiknya dicabut selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.[suara]