Seluruh Partai di Parlemen Ditantang Berani Lawan Calon Presiden Independen pada Pilpres 2024

Seluruh Partai di Parlemen Ditantang Berani Lawan Calon Presiden Independen pada Pilpres 2024

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Keberadaan calon presiden independen masih dinilai bakal jadi ancaman bagi partai-partai politik yang berada di Parlemen. Untuk itu, Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi ,menantang seluruh partai yang berada di Parlemen berani melawan calon presiden independen pada perhelatan Pilpres 2024 mendatang.

"Kenapa partai takut membuka ruang calon presiden independen, karena akan menjadi ancaman terhadap kekuasaan mereka hari ini," ujar Fachrul Razi dalam Seminar Kongres Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) VI Tahun 2021 di Jakarta, Senin (8/11).



Menurut Fachrul Razi, demokrasi harus membuka ruang kepada calon presiden independen pada Pemilu 2024 mendatang.

"Atau jika amandemen konstitusi tidak dapat dilakukan, UU Pemilu harus menghapus Presidential Threshold," tegas Fachrul Razi.

Dalam seminar tersebut Fachrul Razi menegaskan bahwa DPD RI akan terus berjuang untuk melakukan amandemen konstitusi dan menurunkan syarat calon presiden menjadi nol persen.

"Demokrasi substansial harus dibangun di dalam politik indonesia, dan juga harus berani melawan oligarki dan politik kekuasaan," jelasnya.

Amandemen Konstitusi menurut versi DPD RI, sebagaimana bagian dari  revitalisasi Pokok-pokok Haluan Negara, di mana penataan kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD dan Penataan Sistem Presidensil adalah bagian dari Berdemokrasi.

Peluang munculnya calon presiden dan calon wakil presiden dari jalur independen independen di Pemilihan Presiden 2024, hanya dimungkinkan lewat satu langkah.

"Agenda Prioritas Kelompok DPD salah satunya adalah penataan sistem Presidensil. Yaitu, mengamendemen UUD 1945," katanya

Berdasarkan Pancasila sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Negara. Pelaksanaan Pemasyarakatan Nilai-Nilai Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, serta ketetapan MPR maka Menata sistem presidensial agar sesuai dengan semangat perubahan UUD NRI 1945.

"Penataan sistem presidensil adalah konsekuensi dari salah satu konsensus MPR khususnya terkait perubahan formal UUD NRI 1945 tahun 1999. Desain ketatanegaraan lebih menggambarkan kombinasi antara sistem pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer " ujar Fachrul razi.

Alumni FISIP Universitas Indonesia itu menambahkan bahwa, Ada beberapa sub materi dalam rangka amandemen UUD NRI 1945 diantaranya penataan hubungan antara Presiden dengan lembaga negara lainnya, Peluang Calon Presiden dan Wakil Presiden perseorangan, Relevansi Ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Presiden Threshold).

"Dalam perjalanan sejarah konstitusi, kali pertama melakukan amendemen terhadap UUD 1945 melalui Sidang Umum MPR RI pada tanggal 14-21 Oktober 1999. Amendemen kedua sampai keempat UUD 1945 melalui Sidang Tahunan MPR RI, yakni amendemen kedua pada tanggal 7-18 Agustus 2000, amendemen ketiga pada 1-9 November 2001, dan amendemen keempat pada 1—11 Agustus 2002," tungkas Fachrul Razi.

Senator asal Aceh itu mengatakan, Alasan yang mengemuka terkait dengan amendemen kembali terhadap UUD NRI Tahun 1945, antara lain demi perbaikan dan koreksi atas perjalanan amendemen pertama hingga keempat mulai 1999 hingga 2002 sekaligus pintu masuk jalur perseorangan atau nonpartai politik agar bisa ikut ambil bagian dalam pesta demokrasi pilpres.

Hal ini mengingat dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Disebutkan pula dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dalam Pasal 28D Ayat (3) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita