GELORA.CO - Kevin W. Fogg, sejarawan asal University of North Carolina at Chapel Hill Amerika Serikat, menemukan sejumlah bukti terkait peranan ormas Muhammadiyah ternyata beberapa hilang dalam sejarah Nasional Indonesia.
Ia pun mengaku, ia cukup heran dengan hal itu mengingat peran Muhammadiyah dalam sejarah nasional begitu besar, tapi entah kenapa terselip atau tidak ditemukan data yang cukup terkait peranan ini.
Dalam temuannya, peneliti yang fokus studi sejarah di Kawasan Asia Tenggara itu lantas menuturkan, salah satu yang tampak adalah soal peranan kiai dan guru Islam Muhammadiyah yang sedikit tercatat dalam sejarah nasional.
Padahal, kata dia, eksistensi perjuangan umat Islam di masa colonial yang gigih melakukan perlawanan tidak bisa dianggap remeh.
“Yang bikin saya heran, kok sumbangan umat Islam yang begitu besar tidak begitu didalami, dihargai sebagai dasar yang kuat bagi perjuangan Indonesia dalam masa revolusi,” ungkapnya sebagaimana dikutip situs resmi Muhammadiyah.
Secara tidak langsung, kata dia ormas islam seperti Muhamamdiyah bersama NU dan ormas lain punya peran penting dalam dinamika kolonilaisme di Indonesia, sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah.
Muhammadiyah dilahirkan pada tanggal 19 November 1912 oleh KH Ahmad Dahlan. Umurnya lebih tua dari Republik Indonesia yang baru diproklamirkan 17 Agustus 1945.
Penulis buku Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia itu juga menuturkan dua hal penting terkait pernanan Muhammadiyah dalam sejarah nasional yang hilang.
Dua hal ini terkait dengan peperangan di Surabaya 10 November dan soal Pendidikan yang jadi corak utama Muhammadiyah.
Dua Peranan Muhammadiyah yang Hilang dalam Sejarah
1. Muhammadiyah dan Jihad Akbar 1945
Menurut Kevin, pada revolusi Surabaya 10 November Muhammadiyah juga peran krusial sebagai ‘api’ dalam perjuangan melawan penjajah.
“Seruan Bung Tomo dianggap inspirasi bagi seluruh umat Islam di Indonesia karena merasa sebagai muslim berkewajiban membela negara,” tutur Kevin.
Menurut Kevin, sebagai organisasi yang lebih rapi, dalam peperangan itu Muhammadiyah mengirimkan anggota yang punya kecakapan yang memadai terkait perang (laskar) hingga persoalan dapur dan obat-obatan.
“Selain itu, Muhammadiyah memiliki peran tidak langsung yaitu mengajarkan sejak lama lewat pendidikan dan forum keagamaan bahwa perjuangan membela tanah air merupakan suatu kewajiban dan kemuliaan di dalam Islam,” tambahya.
“Sumbangan Muhammadiyah sangat terlihat dalam (perjuangan) Surabaya, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi karena sudah tersusun sebagai organisasi yang sangat well-organized,” ungkap Kevin.
2. Peran Perempuan Muhammadiyah lewat Hizbul Wathan Hilang dalam Sejarah Nasional
Satu hal yang krusial lagi dan ini ‘hilang’ dalam catatan sejarah nasional adalah terkait peranan para perempuan Muhammadiyah dalam masa revolusi.
Ini terkait kepanduan Muhamamdiyah, yakni Hizbul Wathan yang berubah jadi laskar perang saat revolusi.
Dalam data Kevin, peranan para perempuan Muhammadiyah tidak sekadar di dapur belaka. Melainkan juga turut, dalam bahasa Kevin, mengatur muslihat untuk pukul mundur para penjajah. Itu terjadi di Payakumbuh, Sumatera Barat.
“Muhammadiyah sebagai organisasi jadi paling penting dalam menahan serangan Belanda,” tutup Kevin. [kompas]