GELORA.CO -Kasubdit Resmob Polda Metro Jaya AKBP Handik Zusen selaku saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan bahwa eks Laskar FPI merebut senjata api (senpi) salah seorang anggotanya saat peristiwa Km 50.
Pengambilan senpi dilakukan sebelum penembakan terhadap eks Laskar FPI di dalam mobil.
Hal itu disampaikan Handik dalam sidang lanjutan dugaan tindak pidana pembunuhan (unlawful killing) terhadap empat anggota eks Laskar FPI di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (9/11/2021). Peristiwa penembakan eks Laskar FPI berlangsung di TKP 4 sesudah Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.
"Saudara mendengar sendiri dari kedua terdakwa dan almarhum apa tindakan yang menyebabkan mereka terpaksa harus melakukan tindakan tegas dengan tembak mati pada 4 orang (eks Laskar FPI) tersebut, apa yang menyebabkan terpaksa?" tanya JPU.
"Untuk TKP 4, di situ penjelasan dari anggota kami bahwa awal mulanya terjadi upaya penyerangan dari 4 Laskar FPI pada Fikri (anggota Polri), karena saudara Fikri ini duduk di jok tengah sedangkan Yus (anggota Polri) si driver, Elwira (anggota Polri) sebelah kirinya," kata Handik.
Handik menjelaskan, keempat eks Laskar FPI menyerang anggotanya saat di dalam mobil. Salah satu dari anggota eks Laskar FPI kemudian berhasil merebut senpi milik polisi.
"Empat orang ini menyerang, kemudian satu orang merebut senpinya Fikri, dan sudah berhasil merebut," ujar Handik.
Handik mengatakan senpi tersebut kemudian diarahkan ke salah seorang anggota. Saat itu juga, kata Handik, anggota lainnya menghalau eks Laskar FPI sehingga terjadi perlawanan untuk menyelamatkan diri.
"Dan sudah mengarahkan ke Fikri, di situ Elwira memberikan bantuan kepada Fikri untuk menghalau 4 laskar FPI dan menyerang FPI kemudian Saudara Fikri juga melakukan perlawanan supaya mereka tidak mati," ucapnya.
"Yang perlu kami tanyakan dan klarifikasi kembali apakah senjata Fikri dijelaskan atau diterangkan oleh yang bersangkutan berhasil direbut atau belum berhasil? Ini kan penting, kalau senjata berhasil direbut, ini kan beda dengan kondisi belum direbut?" tanya JPU lagi.
"Itu cerita setahun yang lalu, jadi untuk saat ini kami kurang mengingat detailnya, kemudian Saudara Fikri mengatakan terjadi perebutan dan salah satu anggota FPI sudah memegang senjata dan mengarah ke Fikri," jelas Handik.
JPU kemudian mempertanyakan apakah Handik melihat ada luka berat terhadap anggotanya saat bertemu secara langsung usai kejadian. Handik mengatakan dia melihat kondisi salah seorang anggotanya lebam di wajah dan merah pada leher.
"Melihat dua terdakwa, apakah ada luka atau luka berat pada dirinya yang Saudara lihat secara fisik?" tanya JPU.
"Yang kami lihat itu sudah di depan kamar jenazah itu, anggota yang cukup lumayan itu Fikri , Fikri wajahnya lebam-lebam dan lehernya merah-merah," ucap Handik.
Seperti diketahui, Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian dalam kasus Km 50. Kedua polisi itu sebenarnya didakwa bersama seorang lagi, yaitu Ipda Elwira Priadi, tetapi yang bersangkutan sudah meninggal dunia karena kecelakaan.
Bahwa akibat perbuatan Terdakwa (Ipda Yusmin) bersama-sama dengan Briptu Fikri Ramadhan serta Ipda Elwira Priadi (almarhum) mengakibatkan meninggalnya Luthfi Hakim, Akhmad Sofyan, M Reza, M Suci Khadavi Poetra," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/10/2021).
Kasus bermula saat Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira bersama 4 polisi lain diperintahkan memantau pergerakan Habib Rizieq Shihab. Sebab, saat itu Habib Rizieq tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Di sisi lain, polisi menerima informasi tentang simpatisan Habib Rizieq akan mengepung Polda Metro Jaya pada Senin, 7 Desember 2020, di mana seharusnya Habib Rizieq memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Ketujuh polisi itu lalu melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul, Bogor, tempat Habib Rizieq berada.
Namun saat itu dari perumahan tersebut muncul 10 mobil yang diduga rombongan Habib Rizieq. Ketujuh polisi itu mengikuti menggunakan 3 mobil.
Dalam perjalanan, salah satu mobil polisi dicegat dan diserempet mobil yang diduga berisi para laskar FPI. Para laskar FPI itu disebut jaksa sempat menyerang mobil polisi menggunakan pedang.
"Selanjutnya, laki-laki yang menggunakan jaket warna biru membawa pedang gagang warna biru atau samurai melakukan penyerangan ke mobil dengan cara mengayunkan pedang gagang warna biru tersebut dan membacok kap mesin mobil kemudian melanjutkan amarahnya dengan menghunjamkan pedangnya sekali lagi ke arah kaca depan mobil secara membabi-buta," ucap jaksa.
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, tetapi anggota laskar FPI balik menodongkan senjata. Setelah itu, terjadi aksi kejar-kejaran, di mana saat itu anggota Laskar FPI kembali menodongkan senjata. Polisi pun membalas dengan menembak ke arah mobil para anggota Laskar FPI itu.
"Ipda Mohammad Yusmin Ohorella melakukan penembakan beberapa kali yang diikuti oleh Briptu Fikri melakukan penembakan ke arah penumpang yang berada di atas mobil anggota FPI dengan jarak penembakan yang sangat dekat kurang-lebih 1 meter," ujar jaksa.
Singkat cerita, kejar-kejaran itu berakhir di rest area Km 50. Saat diperiksa polisi, ada 2 orang yang sudah tewas di dalam mobil anggota FPI itu, sisanya 4 orang masih hidup.
Polisi lalu membawa 4 orang yang masih hidup itu tetapi tidak diborgol yang disebut jaksa tidak sesuai standard operating procedure (SOP). Keempat anggota FPI itu lalu disebut menyerang dan berupaya mengambil senjata polisi.
Briptu Fikri dan Ipda Elwira pun menembak mati 4 anggota FPI itu di dalam mobil. Akibat perbuatannya, para terdakwa itu dikenai Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(detik)