GELORA.CO - Terkait sorotan terhadap Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, Wakil Rois Syuriyah PWNU DKI Jakarta Nusron Wahid meminta Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menambah pasal.
Nusron menjelaskan alasan mengusulkan tambahan pasal, peraturan itu memang rawan menimbulkan tafsir liar.
Imbasnya, narasi yang terbangun seolah-olah aturan itu melegalisasi tindakan zina.
"Memang harus ditambah minimal dua prinsip dasar, supaya tidak menimbulkan bias tafsir. Pertama, soal larangan hubungan seks di luar nikah. Kedua, larangan seks sesama jenis," kata Nusron Wahid kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu malam (14/11).
Menurut Nusron, penambahan pasal tersebut menjadi penting untuk meredakan polemik yang terjadi belakangan. Apalagi, efek dari aturan yang diterbitkan 31 Agustus 2021 itu sudah memunculkan persepsi liar di masyarakat.
"Terutama di kalangan ulama dan kelompok agamawan," ujarnya.
Menurut Nusron, sebenarnya polemik Permendikbud ini tidak jauh dan hampir sama dengan polemik RUU Pencegahan Kekerasan Seksual (PKS).
Dalam pengamatan Politisi Golkar itu, isunya pun hampir sama. Ia menjelaskan, pada satu sisi di kalangan tertentu Permendikbud ini dianggap negara terlalu jauh mengurus hal-hal privat, karena negara seharusnya masuk domain publik.
Di sisi lain, kata mantan Ketum GP Ansor itu, Permendikbud ini juga dianggap sebagai sarana legalisasi seks bebas.
"Di dalam Permendikbud tersebut diatur bahwa pemaksaan hubungan seks satu sama lain dilarang meski sah sebagai suami istri karena dianggap bagian dari tindak kekerasan. Tetapi kenapa seks di luar nikah dan seks sesama jenis tidak dilarang. Ini yang jadi pertanyaan," tambah anggota Komisi VI DPR RI.
Lebih lanjut, Nusron berpendapat, munculnya pertanyaan kalangan ulama karena di Islam ada kaidah hukum yang kemudian berlaku di Indonesia. Yakni, "al ashlul hukmi al ibaahah".
Kaidah itu, dijelaskan Nusron memiliki arti asal hukum itu semua diperbolehkan kecuali yang dilarang.
Terkait sorotan Permendikbud 30/2021, sebab yang muncul adalah karena seks di luar nikah dan seks sesama jenis tidak secara eksplisit dilarang.
Dengan demikian, di situlah terjadi bias tafsir. Salah satunya muncul pikiran jangan-jangan seks di luar nikah dan seks sesama jenis diperbolehkan selama dilakukan suka sama suka.
"Kalau muncul persepsi dan tafsir itu, maka jauh dari norma agama. Maka wajar kalau kemudian menimbulkan penolakan dari berbagai pihak," pungkasnya. (rmol)